Jun 30, 2010

Berpegangteguhlah Pada Tali Agama ALLAH

BismiLLAH

Mari sejenak kita lepaskan segala resah dan gelisah. Teduhkanlah hatimu dengan banyak beristighfar dan beruzlah. Mengapa harus beruzlah? Karena dari keterasinganlah akan kita temui keteguhan. Keteguhan inilah yang membuat para salafushalih mampu menorehkan tinta emas diatas lembar sejarah dunia. Lihatlah kegemilangan peradaban dunia yang dibangun diatas hukum Allah SWT. Generasi awal ummat ini telah membuktikannya, bahwa dibutuhkan keteguhan dan konsistensi, istiqomah dan tidak mudah menyerah. Ummat ISLAM pernah berjaya dan pasti akan kembali berjaya atas izin ALLAH SWT. Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripada Islam. Dan Dien yang diridhai ALLAH SWT hanyalah Dienul Islam.

“Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” QS. 13:14

“...Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. 5:3

Maka berdirilah bersama barisan para pembela Islam di seantero negeri di dunia. Sampaikanlah yang haq dan tolaklah kebathilan dengan cara yang ma'ruf. Islam mengajarkan bahwa memaafkan lebih mulia walau hukum qishas itu diperbolehkan. Namun bila kebenaran ini telah diinjak-injak, maka kewajiban kita semua untuk bangkit dan berjihad membela Islam.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” QS. 16:125

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” QS. 41:34

Untuk seluruh saudaraku dimanapun kalian berada, izinkanlah diri yang lemah ini dan dengan dengan segala kerendahan hati untuk menyampaikan salam terindah untuk kalian semua. Assalamualaykum wa Rahmatullahi wa Barakatuh. Maka seiring mentari dhuha yang terus memberikan kehangatan di pagi yang indah bersama lirih kicau burung yang senantiasa mengagungkan ALLAH SWT, bangkitlah saudarakau, panggilan hijrah dari sebaik-baik langkah telah memanggil kita. Tak kau dengarkah rintihan Al Quds yang menantikan kehadiran kita. Maka tidak ada alasan untuk berbalik karena takut. Tujuan kita adalah ALLAH SWT, maka janganlah bersedih dan berputus asa dari Rahmat ALLAH SWT. Bersabarlah, ALLAH SWT beserta kita.

“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” QS. 13:22-24

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Tuhan kami ialah Allah' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: 'Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu'.“QS. 41:30

Waallahua'lam bishawwab.

Jun 28, 2010

Jaga Azzammu Nak ! : Sebuah Cerpen

BismiLLAH

Sore itu begitu sejuk, ada angin yang begitu halus menyentuh dedaunan. Ufuk yang keemasan dan burung-burung yang terbang tinggi diangkasa. Semuanya dalam tasbih yang begitu syahdu kepada Sang Maha Pencipta. Aktifitas manusia masih begitu padat. Namun di sebuah lapangan basket yang tak terlalu jauh dari sebuah jalan, nampaklah seorang pria yang masih mengenakan jas dan dasi yang rapi bersama seorang anak kecil yang membawa bola basket ditangannya.

Dilapangan itu tak ada siapapun kecuali keduannya. Anak itu mencoba melempar bola basket kedalam ring, namun gagal.

“ayo nak ! Kau bisa...lihat ayah !” Sang ayah mengambil bola tersebut dan mencoba melempar ke dalam ring basket, dan berhasil.

“woooow...ayah hebat !” kata anaknya

“ini kau coba lagi nak !” Dia kembali menyerahkan bola itu kepada anaknya yang masih berusia 6 tahun itu.

“okay yah !” anaknya kembali menggiring bola basket, masih canggung dan melemparkannya, dan masih gagal juga.

“ayo nak...kau ingin menjadi pemain basket pro kan!” teriak ayah mencoba menyemangati anaknya kembali.

“iyaa...! sambut anaknya penuh semangat.

Sang anak masih terus mencoba untuk memasukan bola ke dalam ring, namun masih belum berhasil. Tampak kelelahan diwajahnya, semangatnya tidak seperti diawal tadi. Sang ayah yang dari tadi begitu menyemangati anaknya, merasakan bahwa anaknya mulai jenuh karena kegagalan.

Akhirnya, sang ayah mengatakan kepada anaknya “sudahlah nak! Kita pulang saja”.

“tapi yah...?” sang anak yang kini memandang ayahnya sambil memegang bola merasa heran dengan apa yang diucapkan oleh ayahnya barusan. Semangatnya benar-benar habis kali ini. Jika tadi ia masih memiliki energi harapan orang lain untuk menjaga semangatnya, kini orang itu sudah tidak menyemangatinya lagi. Hilang sudah semangat itu.

Perlahan dengan wajah menunduk sang anak berbalik dan berjalan menuju mobil yang di parkir tak jauh dari sisi lapangan. Ia terus berjalan sambil membawa bola basket dalam dekapannya. Sang ayah tetap berdiri sambil menatap anaknya yang berjalan menjauhi lapangan. Dia menarik nafas panjang sebelum kemudian mengejar langkah anaknya. Sambil berbisik pada dirinya sendiri “kau harus menjaga azzammu nak!”.

Sang anak kini sudah duduk diseat kiri mobil sambil terus menatap bola basket dalam dekapannya. Sempat ia melihat ayahnya yang melintas didepan menuju sisi kanan mobil sampai kemudian ayahnya masuk dan duduk di sampingnya. Sesaat kemudian pintu mobil tertutup. Dan angin sore hari itu masih terus menggoyangkan rerumputan dan dedaunan. Menerbangkan debu-debu kelelahan.

“nak !” tiba-tiba suara ayah memecah keheningan. Sang anak kemudian menatap ayahnya, ia menatap kedua mata ayah yang begitu teduh dan bijak.
“jangan biarkan semangat yang sudah kau tanam dalam hatimu itu tercabut, hanya karena seseorang berkata kepadamu 'kau tidak bisa' atau karena tak ada seorang pun yang mau membela atau menyemangatimu” jelas ayah.

Ayah kemudian menyalakan mobil dan mulailah mereka melaju perlahan meninggalkan lapangan basket di tepi jalan tersebut. Sambil menyetir sang ayah kembali menasehati putranya tersebut.

“ketika azam atau tekad itu sudah kau tetapkan nak, maka selanjutnya adalah bertawakkal kepada ALLAH” lanjut ayah.

“tawakkal?” sahut anak yang nampaknya masih belum mengerti betul apa maksud kata tersebut.

“iya, tawakkal berarti kita menyerahkan semua urusan yang kita lakukan total kepada ALLAH Azzawajall, Dia Yang Maha Perkasa, nak! Tak ada yang mampu mengalahkanNYA...karena Dia adalah Sang Pencipta Semesta !” ayah terus memberikan penjelasan kepada anaknya.

“Jika tekadmu itu kau jaga bersama tawakkal kepadaNYA, insyaALLAH tak akan ada yang mampu mengoyak tekadmu tersebut nak ! InsyaALLAH !” lanjut ayah sambil terus menyusuri jalan, maghrib hampir menjelang.

“Yakinlah bahwa ALLAH senantiasa mengawasi kita nak, hamba-hambaNYA ! Dan ketika tak ada seorang pun di muka bumi ini yang mau memberi semangat pada kita, maka yakinlah bahwa ALLAH tempat kita bergantung telah menetapkan ketentuan terbaikNYA untuk kita!” begitu panjang ayah menjelaskan. Sang anak mencoba memahami apa yang dikatakan ayahnya tersebut.

“masih ingat dengan film yang kita tonton semalam, 'Anak-anak di Gaza'?” tanya ayah kepada putranya tersebut.

“masih yah...oh naufal tahu sekarang yah...teman-teman naufal di gaza tak pernah menyerah karena mereka bertawakkal kepada ALLAH ya yah? Padahal rumah mereka hancur, sekolahnya rusak, masjidnya penuh debu, keluarga mereka di bunuh, dan mereka gak punya bola basket kayak naufal yah dan mereka juga jauh banget dengan naufal disini, klo deket pasti naufal ajak main mereka yah” jawab anak yang bernama naufal tersebut penuh antusias.

“AlhamduliLLAH, engkau memahaminya nak, seperti itulah ketika tekad atau azzam telah tertanam kokoh dalam bingkai tawakkal nak, tak akan ada yang mampu menyurutkannya nak, tak sekalipun ayah nak” jelas ayah kemudian.

“AlhamduliLLAH, naufal mengerti ya yah?” sahut naufal yang kini telah nampak senyum keceriaan di wajahnya.

“AlhamduliLLAH, engkau dikaruniai akal yang cerdas nak, gunakan untuk kemanfaatan ummat ya nak?” jawab ayah yang begitu tulus mencintai anaknya tersebut.

“insyaALLAH yah !” sahut naufal penuh semangat.

Mobil mereka kini telah tiba di halaman parkir sebuah masjid megah nan indah. Tak beberapa lama kemudian terdengar suara adzan yang menggema. Bermula dari masjid itu kemudian bersahut-sahutan di berbagai penjuru. Mentari yang terik beberapa saat yang lalu, kini telah kembali bersimpuh pada senja waktu. Bukan menyerah namun tugasnya kini harus di ganti oleh bulan, untuk menerangi malam bersama gemintang yang berkilauan di langit yang pekat.

Setelah memarkir, sang ayah dan anak itu pun keluar dari mobil. Kemudian mereka berjalan beriringan menuju masjid. Dari tempat parkir menuju pelataran, terdapat halaman rumput yang lumayan luas. Dalam langkah-langkah itu, sang ayah kembali bertanya kepada naufal, anaknya.

“jadi ayah boleh tahu gag nih, azzam naufal yang ingin di jaga bersama tawakkal kepada ALLAH?” tanya ayah.

Sesaat naufal mengangguk, kemudian melepaskan tangannya dari gandengan ayahnya. Dia berlari kecil ke arah rerumputan, kemudian mengambil segenggam tanah dari halaman mesjid tersebut.

“ini azzam naufal yah! naufal berazzam insyaALLAH suatu saat nanti naufal bisa menggenggam tanah palestina seperti naufal menggengam tanah ini !” Teriak naufal lantang.

“BarakaLLAH fiikum yaa bunayya...barakaLLAH, ahsantum !!!” sang ayah kemudian memeluk dan menciumi anaknya tersebut.

“InsyaALLAH nak..insyaALLAH...bi'idzniLLAH...azzammu itu akan terwujud!” isak ayah yang masih memeluk dan menciumi anaknya tersebut, sambil terkadang membelai rambutnya.

“ayah mengapa menangis? Ayah sedih yah klo naufal pergi ke palestina untuk ngajak temen-temen naufal disana main?” tanya naufal polos sambi melepas kembali tanah yang telah ia genggam barusan.

“tidak, ini airmata bahagia nak ! Ini airmata kesyukuran atas kehadiranmu sebagai karuniaNYA yang begitu indah” jelas ayah.

“AlhamduliLLAH, ternyata dengan bertawakkal semua jadi indah ya yah? Menangis aja bisa bahagia...heheheh!” ada senyum yang begitu indah dari naufal untuk ayahnya tercinta.

“hehehe, benar juga ya...baiklah, ayo kita lanjut nak...kita ambil wudhu dulu” kata ayah yang sudah kembali berdiri sambil tersenyum kepada anaknya.

“okay ayah !” sahut naufal penuh semangat.

Mereka berdua berjalan menuju pelataran masjid. Tampak pula puluhan jamaah juga mulai berdatangan, mereka semua bergegas menuju panggilan Tuhan Semesta Alam. Setelah melepaskan alas kaki kini mereka terus menyusuri koridor masjid, dan menghilang di balik kerumunan jamaah yang hilir mudik.

Tampak begitu rapi dan rapat shaff orang-orang yang shalat. Lalu kemudian terdengarlah suara sang imam yang lantang untuk takbiratul ihram. Yang kemudian di ikuti secara serentak oleh ma'mum yang ada. Semua dalam ketaatan kepada ALLAH Azzawajall. Namun tak hanya di dalam masjid, melainkan di setiap gulungan ombak, di perbukitan bersama rerumputan yang hijau, di lereng-lereng bebatuan gunung yang hidup koloni semut didalamnya. Semua mahluk ketika itu dalam dzikirnya masing-masing kepada ALLAH Sang Pencipta Semesta.

WaALLAHua'lambishawwab.

Jun 23, 2010

Belum Masa Memetik Buah

Saya sering mengandaikan, negeri tercinta ini sebagai sebuah lahan. Tanah yang subur, makmur dan penuh harapan. Tapi, sebagai lahan garapan, Indonesia yang begitu kaya ini telah terlalu lama dirusak.

Mari kita hitung dengan cermat, berapa kuantitas dan kualitas kerusakan yang dialami dan diderita Indonesia. Negeri ini, tanah, air dan rakyatnya dikuasai penjajah Belanda, konon ratusan tahun lamanya. Sebut saja 350 tahun, begitu yang tertera dalam buku pelajaran sejarah di sekolah. Kualitas kerusakannya, juga luar biasa, tak hanya materi. Terjadi politik adu domba, sekulerisasi hukum dan di bidang sosial lainnya.

Lalu Inggris, meski tidak terlalu lama, hanya peralihan kekuasaan saja di bawah Rafless. Konon, dijajah Inggris adalah keberuntungan tersendiri. Sebab, Inggris disebut mencerdaskan bangsa jajahannya. Tapi tetap saja, namanya penjajah selalu memberikan lebih banyak kerugian dibanding manfaatnya untuk Indonesia, bangsa yang dijajahnya.

Kemudian dua setengah tahun di bawah kekuasaan Dai Nippon, bangsa ini sudah merasakan betapa pahitnya dipaksa menyembah matahari setiap pagi. Ritual ini biasa disebut seikere. Siapa saja yang menolak seikere, Kenpetai akan menyiksanya. Belum lagi kerja paksa bernama Romusa dan perkosaan perempuan besar-besaran dalam sejarah Indonesia yang bernama Jugun Ianfu.

Sebelum merdeka, bangsa ini punya luka besar yang menganga. Ketika merdeka, sepintas lalu seolah kita punya kesempatan untuk mengobati luka dan mengolah lahan secara berdaulat. Tapi lagi-lagi kekuasaan Orde Lama, tak terlalu bisa kita sebut sebagai kekuatan penyelamat. Kekecewaan terjadi di sana-sini, bahkan di akhir masa rezimnya, negeri ini diajak untuk menjauh dari Tuhan dengan mengakui sistem komunis sebagai salah satu pilihan.

Tumbang Orde Lama, tumbuh Orde Baru. Lagi-Lagi negeri ini menyambutnya dengan penuh harapan. Tapi rupanya, selama 32 tahun negeri ini diolah semaunya, seolah-olah lahan milik pribadi dan bukan milik bersama. Dan setelah rezim tumbang, yang tersisa kini, hanya kubang yang besar. Hutangnya sampai beranak cucu.

Kurang lebih, baru 12 tahun, semangat kebaikan mendapat tempat dan kesempatan. Reformasi, gerakan Islam tumbuh dengan berbagai wadah dan wajahnya. Ada yang berbentuk partai, ada pula yang merintis gerakan, tak kurang jumlahnya yang mengambil manhaj (metode) organisasi kemasyarakatan.

Mereka kerja membangun negeri, mengolah lahan dengan semangat kebaikan. Baru 12 tahun, sejak 1998. Itupun ditingkahi dengan segala macam rintangan yang tak pernah ringan. Ada gerakan kebebasan, ada geliat globalisasi dan ada arus besar pemikiran yang membahayakan.

Baru 12 tahun. Tanahnya, belum lagi subur. Kita masih harus menata lagi irigasi dan pematang. Kita masih harus menyiangi lahan, siang dan malam. Memupuknya. Menanam benih unggulan. Juga menjaganya dari wereng dan hama lainnya yang siap mengancam.

Tapi, sungguh ironis. Di tengah proses berat sedemikian rupa, ternyata ada saudara-saudara kita yang merasa sudah tiba saatnya memetik buah. Bahkan lebih menyeramkan lagi. Sebagian dari mereka ada yang menganggap, sudah tiba masanya panen raya.

Dengan segala dalil, mereka membangun dalih agar mendapatkan pembenaran untuk menikmati usaha yang sedang sama-sama dilakukan. Kata-kata memukau diumbar obral. Ada yang bilang strategi. Ada yang menyebut diplomasi. Bahkan tak sedikit yang mengatakan, bahwa idealisme dan pragmatisme adalah satu kesatuan yang harus selalu bersandingan.

Apapun yang kita lakukan, dimanapun kita melakukannya, seharusnya kita hanya menggunakan satu ukuran. Untung rugi yang kita dapatkan harus diukur, apakah sama dengan untung rugi yang didapatkan Islam. Bukan atas pertimbangan untung rugi politik, diplomatik, juga strategik. Karena, apa yang dianggap untung oleh kacamata strategi dan politik, belum tentu simetris dalam arti ideologik.

Pejuang dan pahlawan, seharusnya tak demikian. Mereka punya cita-cita kemenangan, dan bekerja untuk mewujudkannya. Tapi pejuang dan pahlawan sejati, tak pernah mencuri kemenangan untuk dirinya sendiri. Bahkan mereka tak pernah berpikir untuk ikut menikmati perjuangan yang dilakukan. Mereka adalah patriot sejati.

Terlalu lama negeri ini dirusak. Dan perlu waktu yang lebih lama lagi untuk memperbaiki dan menyuburkannya kembali. Sekarang belum masanya memetik buah, apalagi panen raya. Jangan menjadi satu lagi golongan yang merusak negeri yang hari ini dititipkan. Bekerja saja. Berjuang saja. Allah tidak pernah lupa. Allah tak mungkin salah. Dia Maha Tahu, siapa melakukan apa. Dan pasti akan membalasnya.

Jun 21, 2010

Sisi Lain yang Hilang

BismiLLAH

Suatu ketika saya berazzam, yah hanya azzam yang terlintas dipikiran. Lalu saya berdoa kepada ALLAH dan bertawakal kepadaNYA tentang azzam yang baru saja saya tetapkan. Kemudian, belum ada beberapa jam setelah azzam itu saya tabuh di dalam jiwa, tiba-tiba ada pesan yang saya terima.

Pesan itu membuat saya tersentak. Pesan yang dari seorang ummahat yang bertanya tentang kriteria akhwat. Inikah kisah itu? Inikah kisah terindah yang akan kuukir bersama sejarah hidupku. Atau ini hanya fatamorgana? Yang menampilkan etalase semu dari sebuah keindahan. Pesan itu membuatku tak bisa sejenak pun memajamkan mata. Hati ini begitu resah, gundah, ingin rasanya kuteriakan kesegala arah.

Thaharah kemudian kubuka sajadah. Kuambil mushaf lalu kuberdiri bersamanya. Malam itu, dalam sujudku terlantun banyak permintaan. Banyak permintaan yang kurangkai bersama indahnya kata untuk memohon kepada ALLAH. Agar doaku didengarNYA, agar pintaku dikabulkanNYA. Dan malam yang sunyi itupun menjadi saksi. Dan hati, disana kutulis semua gundah. Lalu kukirim bersama doa kepada ALLAH Yang Maha Pemurah.

Pilihan harus dilakukan, tidak bisa tidak. Walaupun kadang pilihan itu terlampau sulit. Atau kadang kita terlalu khawatir pada pilihan yang kita pilih. Jika pilihan itu menyangkut individu pribadi, mungkin tak jadi masalah berarti. Namun ini tentang orang lain, yang berharap banyak darimu. Sensitifitas yang berlebih ini membuatku selalu berpikir dari berbagai sudut. Yang kadang tak membuat masalah surut, namun semakin bertumpuk.

Apa yang harus kukatakan? Kriteria macam apa? Sudah adakah yang mengisi hati ini? Tidak, hati ini hanya butuh sisi lain yang hilang. Tidak lebih dari itu. Dan semua ini kulakukan hanya untuk satu dimensi tujuan, yaitu berharap agar keridhaanNYA selalu tercurah kepada hambaNYA yang lemah penuh khilaf dan salah ini.

Maafkan bila mengecewakan, namun karena ini untuk kebaikan. Semoga ALLAH meridhai pilihan ini. Dan terima kasih untuk semua yang kau beri, walau saya tak pernah tahu siapa dirimu yang begitu mengenalku yang penuh kehinaan ini. Semoga ALLAH membalas kebaikanmu.

WaALLAHua'lambishawwab

Jun 18, 2010

Menebus Kelalaian, Mampukah?

BismiLLAH

Tak kuasa diri membendung airmata. Rasa bersalah atas kelalaian yang terlaksana. Setiap detik ini alangkah begitu berharganya. Betapa meruginya bila hanya terbuang sia-sia. Itulah yang terjadi ketika diri terlalu sibuk dengan dunia. Hingga terabai seruanNya. Yang memanggil jiwa-jiwa yang suci untuk bersegera mengingatNya.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. 13:28)

Dalam lalaiku tersentak. Tersadar kemudian mulai bergerak. Betapa Maha Pemurahnya Allah SWT, yang segera menegur hamba yang begitu banyak mendustakan nikmatNya, hamba yang senantiasa tak pernah terlepas dari dosa, hamba yang amalnya selalu saja tak pernah sempurna. Betapa Allah SWT mencintai hambaNya.

“Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, (disediakan) pembalasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.” (QS. 13 : 18)

Tersadar betapa miskinnya hamba ini. Jangankan sebanyak dunia, seujung kuku pun hamba tak memilikinya. Bukankah seluruh alam semesta ini milikNya? Bukankah langit dan bumi ini dalam genggamanNya? Lalu akan ditebus dengan apakah kelalaian diri ini?. Betapa Allah SWT Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Disini kebersujud, menangis, memohon ampunanNya.

Dada ini bagai dihujam tombak, tembus mengoyak jantung hingga berdarah. Betapa ngerinya kediaman dijurang jahanam. Tak sanggup diri ini membayangkan, terhempas penuh kehinaan dilembah yang buruk dan berbau busuk. Bersama para kufar dan munafik yang terpuruk.

Sementara pintu jannah yang begitu indah kita abaikan. Sungai-sungai yang mengalir dibawahnya yang warnanya seputih susu dan rasanya semanis madu. Didalamnya ada kebun-kebun yang indah, buah-buahan yang bersusun, dan semua kenikmatan yang belum pernah kita jumpai sebelumnya. Disanalah balasan yang seharusnya kita berlomba-lomba untuk mendapatkan.

Sadarlah kawan !!! penuhilah seruan Allah dengan segera. Jangan kita menunda untuk hal yang tidak penting. Jangan sampai urusan dunia melalaikan akhirat kita. Bukankah dua puluh empat jam itu luang. Atau apakah masih kurang??? padahal yang kita urusi bukanlah kerajaan sebesar kerajaan Nabi Sulaiman 'alaihis salam. Tidak Kawan, jangan sampai ketika tiba akhir waktu, lalu merugilah kita yang lalai, yang meringankan urusan akhirat. Jadilah orang yang banyak memberi, walaupun ditengah keterbatasan yang kita miliki. Memberi tidak hanya berbentuk materi, tapi segala curahan isi hati. Yang terangkai seiring fajar meniti. Bersama rintik hujan yang biaskan pelangi. Indah berseri untuk sekali lagi temani langkah jalani hari penuh ketaatan pada Sang Pencipta Hakiki.

WaALLAHua'lambishawwab

Jun 17, 2010

The Alchemist of Happiness

Manusia sepanjang umurnya mencari letak, dimanakah bahagia berada. Segala upaya dikerahkan, untuk mencari tahu bagaimana cara mendapatkan kebahagiaan.

Tahun 2004 silam sebuah film dokumenter tentang Imam al Ghazali dirilis di Inggris dan disutradari oleh, Abdul Latif Salazar. Tidak terlalu panjang filmnya, hanya berdurasi sekitar 1 jam 20 menit saja. Dan tentu saja tidak akan pernah mampu merekonstruksi kehidupan Imam al Ghazali yang demikian besar sumbangsihnya pada dunia Islam dan demikian hebat pergumulan pemikiran yang dilaluinya.

Jika ada waktu, Anda bisa mendapatkannya. Download saja dari you tube dengan judul The Alchemist of Happiness. Sebuah film pendek yang sangat menarik, sebuah upaya menemukan kebahagiaan dan arti manusia yang sesungguhnya.

Salah satu scene menceritakan tentang periode Imam al Ghazali yang dirampok di tengah perjalannya. Imam al Ghazali nampak melindungi sebuah kitab di balik jubahnya. Sang perampok yang merasa tertarik mencoba untuk meminta. “Ini tak berharga untukmu,” kata Imam al Ghazali.

“Lalu mengapa kau melindunginya, seperti ia sangat berharga?” tanya sang rampok.

“Karena ia memang sangat berharga. Ilmu pengetahuan dan kumpulan hikmah,” jawab Imam al Ghazali. Lalu sang rampok merebut kitab itu, menebarnya di udara dan angin membawa pergi lembaran-lembaran yang sangat berharga itu.

“Ilmu dan hikmah, letaknya di sini dan sini!” kata sang rampok sambil menunjuk dada dan kepalanya.

Hari itu Imam al Ghazali merasa mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Ia merasa bahwa Allah mengirim khusus sang perampok untuk mengingatkan dirinya. Bahwa memang sepatutnya ilmu dan hikmah berada di dalam dirinya. Bukan di luar, di dalam kitab dan lembaran-lembaran yang banyak jumlahnya. Lalu Imam al Ghazali mulai menghafal semua ilmu yang berhasil dikumpulkan.Tak hanya menghafal, ia juga berusaha sekuat tenaga untuk menjadi ilmu yang mengejawantah.

Imam al Ghazali, menemukan sesuatu yang selama ini ia cari. Tak jauh-jauh, di dalam dirinya sendiri dan menanti untuk ditemukan oleh diri sendiri. Begitu juga dengan kebahagiaan, ia tak pernah jauh. Kebahagiaan hanya perlu ditemukan di dalam diri kita sendiri.

Tentu saja, kebahagiaan bukanlah rumusan terbuat dari, melainkan terdiri atas. Banyak ramuan dan tak pernah tunggal. Dan beberapa di antaranya justru terkesan bertolak belakang. Misalnya saja rasa takut. Betul, sangat kontradiksi. Dan memang kontradiksi, seperti kebahagiaan itu sendiri. Kemana-mana kita mencari, jauh berkelana, tapi ternyata bertemu di dalam diri sendiri.

Dalam salah satu firman-Nya Allah menjelaskan, “...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Faathir: 28)

Sungguh Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa takut kepada Allah tentulah dia akan berangkat sejak permulaan malam. Dan barangsiapa berangkat di permulaan malam, niscaya akan sampai di tempat tujuan. Ingatlah, sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal. Dan ingatlah, sesungguhnya barang dagangan Allah itu adalah surga.” (HR Tirmidzi)

Tentu mereka yang berilmu akan lebih tahu, kenapa manusia harus lebih takut kepada Allah SWT. Sebab para ulama mengetahui, seumur hidupnya manusia sedang melakukan transaksi dengan Allah SWT dalam hal pembelian surga. Dan surga, tak pernah murah harganya. Apalagi yang membuat manusia lebih bahagia daripada surga-Nya?

Mereka yang berhak atas surga-Nya adalah mereka yang paling takut kepada-Nya. Karena rasa takut itu, makhluk langit menyintainya. Dan ketika makhluk langit menyintainya, maka seluruh makhluk bumi juga akan menyintainya. Hanya iblis dan para begundalnya yang akan terus membenci dan berusaha mencelakai.

Maka tak heran betapa dahsyat usaha para sahabat nabi memelihara rasa takut kepada Allah di dalam hati dan hidupnya. Ibnu Abbas misalnya, di bawah kelopak matanya terdapat sepasang garis karena bekas air mata yang mengalir terus menerus membasahi pipinya. Umar ibnul Khattab, pernah jatuh sakit setelah membaca ayat-ayat al Qur’an yang berisi kabar hari akhir.

Bahkan Umar ibnul Khattab pernah berkata, “Wahai diri, andai saja aku ini makanan ternak. Andai saja aku menjadi sesuatu yang tak akan ditanya atau disebut lagi. Andai saja ibuku tak pernah melahirkan aku. Andai saja aku seekor unta yang mati karena terlantar di tepi sunga Eufrat. Aku benar-benar takut bila Allah meminta pertanggungjawaban kepada pada hari kiamat nanti.”

Bahkan sirah pernah mencatat, Abu Hurairah pingsan tak sadarkan diri sebanyak tiga kali ketika menceritakan sebuah hadits tentang tiga orang yang mula-mula dibakar oleh api neraka.

Kemana rasa takut itu kini? Hilang dan menguap dari kehidupan kita. Masihkah kita memiliki ketakutan yang sama?

Kita nyaris tak pernah takut. Surga dan neraka, nyaris kita anggap hanya cerita. Berpikir surga dan neraka hanya untuk mereka yang rendah dan tak canggih pemikirannya. Bahkan kita tak dibenarkan memiliki rasa takut pada Allah SWT. Lihat saja, sebuah buku terbit dengan bangga, mencantumkan judul dengan pongah: Beriman Tanpa Rasa Takut.

Apakah hidup seperti ini yang kita cari? Akan kemanakah semua ini mengarah?

Logika dan nalar telah dibalik-putarkan. Yang tak memelihara rasa takut dalam keimanan, disebut jenius dan brilian. Sebaliknya, mereka yang memelihara takut kepada Allah disebut jumud dan ketinggalan.

Ibnu Taimiyah suatu hari pernah berkata tentang hal ini. “Setiap orang yang durhaka kepada Allah adalah orang yang bodoh. Dan setiap orang yang takut kepada Allah adalah orang yang pandai lagi taat.”

Beruntunglah orang-orang yang takut. Karena mereka akan berhati-hati. Berbahagialah orang-orang yang takut. Karena mereka akan mengubah diri dan mempersiapkan bekal yang lebih baik lagi.

Lalu hanya ada sesal bagi mereka yang terbuai dalam lalai. Sebab waktu tak bisa berputar ke belakang dan tak pula bisa dihentikan.

Cinta dunia akan menghalangi hati kita takut kepada Allah. Teman yang buruk juga melunturkan rasa takut kita kepada Allah.

Tentu saja alasan di atas hanya dua di antara seribu, mungkin sejuta penyebab tumpulnya hati kita. Tapi setidaknya kita sudah mampu mengidentifikasi dua penyebabnya. Lalu setelah itu, kita akan mencoba mengucapkan doa yang dipanjatkah Rasulullah saw kepada Rabbnya.

“Ya Allah, anugerahilah kami rasa takut kepada-Mu yang dapat menghalangi antara kami dan kedurhakaan kepada-Mu.” (HR. Tirmidzi)

“Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu untuk selalu takut kepada-Mu. Baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.” (HR. An Nasa’i)

Duhai yang Maha Pencipta : al Khaliq

“Dan Allah mengeluarkan kami dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu. Dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (QS An Nahl: 78)

Duhai yang Maha Pencipta, izinkan hamba menyebut dan menulis nama-Mu yang Maha Mulia. Sungguh betapa agung nama-Mu, yang telah menciptakan segala. Rasanya, dengan hati dan perasaan malu, kami membisikkan nama-Mu. Karena Engkau telah menciptakan segala, tapi kami tak jenuh-jenuh berbuat dosa.

Janganlah Engkau kunci hati kami. Jangan pula Engkau tutup jiwa kami. Dari kebenaran-Mu. Dari kebesaran-Mu. Sungguh, kami tak ingin Engkau butakan. Sungguh, kami tak hendak Engkau campakkan.

Duhai yang Maha Pencipta, izinkan hamba menyebut dan menulis nama-Mu dengan segenap jiwa yang penuh alpa. Tidak saja karena takut, tapi juga penuh rasa malu. Betapa sayangnya Engkau pada kami, tapi betapa durhakanya kami atas semua nikmat yang Engkau beri.

Kami terlalu sibuk memikirkan tentang apa yang kami bisa dan apa yang kami mampu. Padahal, dibanding izin-Mu, sungguh malu jika kami merasa bisa dan mampu. Engkau hamparkan bumi. Engkau turunkan hujan. Engkau tumbuhkan tanaman. Engkau jadikan kehidupan. Dan kami masih terus menerus durhaka, dengan berbuat dosa.

Duhai yang Maha Pencipta, izinkan hamba menyebut dan menulis nama-Mu dengan segenap ruh yang mudah luluh. Ampuni kami Gusti, yang seolah lupa betapa luasnya langit, betapa bergeloranya samudera. Dan semua itu, hanya Engkau yang menciptakannya.

Rasul-Mu saja, betapa takut dan malu menatap langit yang begitu luas. Takut karena merasa sangat kecilnya manusia. Malu karena, betapa lemahnya manusia.

Tapi Engkau Maha Menepati janji, wahai Sang Pencipta. Yang lemah akan menjadi kuat, dengan menyebut nama-Mu. Yang takut menjadi berani, dengan menyebut nama-Mu.

Maka izinkam kami, duhai Gusti yang Maha Pencipta, untuk berdzikir dengan nama-Mu, al Khaliquu. Karena, kami semua adalah ciptaan-Mu. Dan kami sungguh takut, jika Engkau melupakan kami atas dosa dan laku durhaka yang tak henti-henti. Ampuni kami Gusti.

Jun 15, 2010

World Cup in My Opinion

BismiLLAH

We should all keep in mind that huge events like the worldcup have been invented in order to distract from the real issues in the world.the idea isn't even new..it has been successfully implemented by Julius Caesar. This policy is called "panem et circenses" - bread and circuses (coined by the roman poet Juvenal).

"the phrase is a metaphor for handouts and petty amusements that politicians use to gain popular support, instead of gaining it through sound public policy. The phrase is invoked not only to criticize politicians, but also to criticize their populations for giving up their civic duty."

Watching football isn't haram...but at least do dzikr (remembrance of ALLAH) or do shalawat...so your time is not 100% wasted for nothing.

Basically the entire city society has been orchestrated by the elite. Stadiums and amusement parks , and how can we forget the malls. All manufactured by the elite to serve their purpose, their satanic agenda.

Maybe in your mind, I'm to much...but yes. I really worried sick because...you know...a few days ago Mavi Marmara being attacked by the real international terrorist...and NOW we enjoy watching WORLD CUP...and forget about them...oh man !

The governments are tools of the elite to carry out their mandate. The federal reserve bank of america 'funds' all the governments and tells them how things will be done. The federal satanic bank of america hehe lays down the law.

we were not asked if our tax increases over the next few years could go towards hospitals and schools and better roads and to agriculture. We were not asked anything??
We were told we will pay for these stadiums!!! Told!!!
And the elite sit their having a drink laughing at the fools who glorify these idols they call soccer stars...

I'm not discussing the game you play with your kids and friends in the park or the backstreet......

Its the corrupt world of Corporate Football, i.e. FIFA and other such massive sponsors and organisations, who get us plugged into the desirable materialistic mad fantasy world of celebrities and stardom.

Ultimately everyone who is tuned into the WORLD CUP vibe is being distracted so that we dont pay our attention to their corrupt plans unfolding such as:

Economy, War, Famine, Injustice, Sin....

In a nutshell anything that has any ties with Corporations and Organizations is run by the elites hidden hands. Anything on such a scale as the world cup where billions worth of money is invested, it makes you think doesn't why are they spending so much money on on something so pointless, the players get top dollars for kicking a ball around. What do they get from this? why is the world cup event so ritualistic?

As morpheus said: "I can only show you the door, you're the one that has to go through it"

WaALLAHua'lambishawwab

BOIKOT YUK !!!

BismiLLAH

Mohon bantu disebarluaskan dan dilakukan, terutama dari pribadi masing-masing.


Syukran, arigatou, sie sie, terima kasih

Jun 14, 2010

Repost : Izinkanku Bertemu Dengannya Kembali

BismiLLAH

Tulisan ini merupakan repost, pernah dimuat di blog sebelumnya. Namun membacanya membuat nurani tersentak. Untuk pengingat kelalaian di Ramadhan lalu. Keberkahan yang masih sering tergadai dengan urusan dunia. Semoga sedikit tulisan ini bisa mengingatkan dan bermanfaat !
Saat iringan awan di langit cerah syawal berlalu, terlintas dalam benak sebuah kenangan indah ketika Ramadhan hadir. Saat terik seperti ini, teringat saat dahaga menyerta namun kita memilih sabar hanya karena ALLAH SWT. Lalu ketika angin sore menyapa diri, teringat waktu-waktu penantian berbuka puasa menjelang. Namun saat ini, Ramadhan sudah kembali memulai perjalanannya lagi. Sebelas bulan jika ALLAH SWT memperkenankan barulah kita akan berjumpa dengannya lagi.

Begitu banyak yang terlewat dari Ramadhan tahun ini, begitu banyak kesalahan yang telah dilakukan, telah banyak amanat yang dilalaikan, telah benyak yang tersakiti, telah banyak orang-orang yang terabaikan. Begitu banyak khilaf diri ini. Dan yang paling kusesalkan, aku tak sempat mempersiapkan lebih banyak untuk Ramadhan kali ini. Aku tak mampu memberikan yang terbaik. Perjuangan yang belum maksimal serta mental mudah menyerah yang seringkali masih menjangkiti hati yang lemah ini. Rengekan tangis pun tak akan mampu membawanya kembali, namun airmata ini biarlah menjadi saksi rindu kepada bulan yang penuh berkah yang di anugrahkan ALLAH SWT kepada hamba-hambaNYA.

Detik-detik waktu yang terus bergulir tiada henti menyajikan berbagai masalah yang menuntut agar kita selesaikan. Namun tersadar bahwa kita hanya manusia biasa, bukan orang spesial yang terjamin syurga atasnya. Kita hanya hambaNYA yang terlampau sombong untuk berjalan diatas bumiNYA tanpa perasaan takut akan adzabNYA yang pedih. Atau tak sedetik pun kita memikirkan tentang pertanggungjawaban atas semua titipan yang ALLAH SWT berikan. Terlampau sibuk dengan urusan dunia yang fana, terlalu sibuk menuntut materi dan memperkaya diri. Sampai terlupa bahwa suatu saat jasad ini akan membusuk bersama ulat di dalam tanah yang sempit nan pekat. Lalu di Yaumil Akhir, saat ALLAH AzzawaJall menuntut pertanggungjawaban entah apa yang akan kita persaksikan. Apakah ALLAH SWT akan mengenali kita sebagai hambaNYA yang ikhlas ? Bagaimana jika semua yang kita lakukan tak bernilai ibadah sedikit pun di hadapan ALLAH SWT? Apakah niat kita sudah mantap untuk terus berjuang di atas jalan yang menanjak ini semata-mata hanya mengharap ridhaNYA?

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran: 133-134)

Ramadhan telah pergi, menyisakan kerinduan yang mendalam. Dalam dingin malam yang menyisakan memori indah saat bersimpuh penuh peluh diatas sajadah lusuh. Dalam berkah bersama sahur dan nikmatnya berbuka. Tak ingin rasanya kau berlalu, namun apa daya. Yaa ALLAH, izinkan ku bertemu dengannya lagi. Izinkanku tuk terus memperbaiki diri, keluarga , dan masyarakat agar kami semua mendapat ridhaMU. Agar ENGKAU limpahkan kepada kami Berkah dan Rahmat. Agar DienMU tegak di bumiMU. Yaa ALLAH, Engkaulah pemilik segala Kemuliaan, tak layak bagi kami yang lemah ini sombong dan mendustakan nikmatMU. Namun kenyataannya begitu banyak khilaf diri ini, benarlah bila bukan karena RahmatMU, tak ada satupun dari kami yang akan mendapat pertolonganMU. Jannah begitu jauh untuk kami rengkuh, sedang jahanam begitu dekat mengintai kami. Yaa ALLAH, hanya kepadaMU kami meminta pertolongan, hanya kepadaMU kami menggantungkan harapan, hanya untukMU semua amal ibadah kami. Yaa ALLAH, terimalah amal ibadah kami dan masukan kami kedalam golongan hamba-hambaMU yang shaleh. Amin.

WaALLAHua'lambishawwab

Jun 10, 2010

Dialog di Taman Hati

BismiLLAH

Sebuah bukit hijau tampak diruang hati ini. Disana berhembus angin, menggoyang rerumputan dan dedaunan. Pandangan yang luas dari sudut hati itu, membuat siapapun akan betah untuk berlama-lama hadir di nurani jiwa yang bersih. Jernihnya airmata memantulkan bayangan hati yang begitu mempesona. Kesejukan itu karuniaNYA untuk kedamaian hati. Sebuah karunia yang terus menghias hati untuk tetap berseri menapaki hari-hari. Langit ketika itu teduh, sinar mentari begitu hangat menyatu dengan angin yang sejuk menyejukan.

Di Taman hati ini kuberteduh dari semua kegalauan yang selalu datang silih berganti. Bagai musim yang harus melewati masanya sebelum tiba waktunya untuk berakhir. Disana kutemukan sisi lain diri ini. Sisi yang selalu membisikan fitrah sebelum bisikan-bisikan fana hadir. Penuh senyuman ia menyambutku. Dengan segala kelembutan ia mulai bercerita tentang arti gundah yang selama ini terus hadir.

“kau tahu, semuanya kan musnah pada akhirnya.” katanya pada diriku.
“yah saya tahu itu...” kataku.
“bergegaslah jika begitu...kau terlalu lambat untuk waktu yang tak pernah mundur meski untuk sesaat” katanya lagi tegas.
“bergegas kemana ? Arah itu masih belum jelas untukku? Kebingungan masih menyertai diriku” kataku lagi.
“semua tujuan telah ada, langkahmu telah ada sebelum kau melangkah, pilihan takdirmu telah terlukis...karena itu jemputlah ia...jemputlah dengan kesungguhan hanya mengharap ridhaNYA”
“apa yang harus kujemput?” kataku dengan linangan airmata.
“separuh jiwamu...” katanya penuh senyuman.
“aku tak tahu...aku mungkin belum siap untuk itu...aku mungkin belum pantas untuk sebuah sayap yang akan membawaku terbang...ALLAH Maha Mengetahui segala isi hati”

Kami berdua terdiam dan hanya ada bunyi angin yang menderu. Rerumputan masih bergoyang, dedaunan pun demikian. Peluh airmata itu mengalir dan jatuh diatas hijaunya rumput yang masih bergoyang. Aku yang tersungkur dan diriku yang lain berdiri memandangiku. Masih kupandangi rumput yang hijau itu. Sesaat kupandang wajahnya yang serupa dengan diriku, seperti memandang cermin. Namun ia adalah fitrah jiwa sedang diriku terlalu kumal dengan segala hawa nafsu. Dan ia pun tersenyum.

“ketahuilah, kecantikan yang tersimpan di hati itulah yang akan menemanimu ketika keriput mulai merambati usiamu. Kesucian jiwa yang terjaga bersama peluh arimata dan darah itulah yang akan menjadi sejarah terindah untuk dirimu dan generasimu kelak.” katanya dengan lembut.

“InsyaALLAH...aku akan menemukannya” kataku.
“berdiri dan optimislah, terjagalah dari maksiat dan dari warna-warni dunia yang fana.” kini senyumnya makin menyejukan.
“yah...terima kasih untuk nasihat ini” kataku lagi dengan senyuman.
“terima kasih juga karena tak membunuhku waktu itu, terima kasih pula karena kau mendengar teriakanku, terima kasih karena kau tak pernah bosan untuk terus bersamaku” katanya lagi sebelum angin membawanya pergi.

Kembali dari taman hati untuk berjalan di kisah kehidupan ini. Kisah yang kan kuhias dengan keteladanan dari sosok mulia sepanjang masa, RasuluLLAH SAW. Kisah yang akan kuwarisi untuk generasiku. Sebuah kisah cinta sejati yang tak pernah lekang oleh waktu. Cinta yang tak perlu ku tunggu, karena ia tumbuh bersama doa malam yang teduh. Kesabaran yang indah untuk ksatria sastra jihad dan dakwah. Sebuah pesona yang terbangun indah diatas kubah keistiqamahan. Keindahan yang membuat dunia bagai jannah sebelum jannah sebenarnya, yang membuat hidup lebih hidup dari kehidupan sebenarnya. Semua dengan Rahmat ALLAH dan garis ketetapanNYA Yang Maha Sempurna Maha Bijaksana.

WaALLAHua'lambishawwab

Jun 8, 2010

Untuk Perjuangan Yang Tak Kenal Usai

BismiLLAH

Airmata itu jatuh dari ujung mata. Menggulung debu bagai ombak, membasahi bibir pantai yang putih bersih. Deru angin itu membawa berita duka. Ada awan-awan hitam yang hadir untuk sebuah gerimis di ujung senja. Gerimis yang menggetirkan hati dan jiwa dalam ketidakberdayaan kita sebagai manusia. Manusia lemah yang penuh keterbatasan, yang tak akan mampu berbuat tanpa izin dan ketetapanNYA.

Beranjak senyawa batin menuju sebuah negeri pesisir. Disana ada anak-anak kecil yang bermain dalam reruntuhan puing. Sekolah mereka penuh debu, rumah-rumah mereka rata dengan tanah. Namun masih ada senyum di wajah mereka. Masih ada semangat di hati mereka yang tetap menyala. Semangat mereka tak pernah padam selama ada nafas untuk berjuang. Ketika ketidakadilan itu begitu nyata di mata mereka, dan kerusakan itu begitu pekatnya hingga terlalu legam untuk mereka sinari dengan sebuah pelita. Sebuah masa dimana mata ini akan perih karena kenyataan tak seindah yang mereka impikan sebagai seorang anak yang terlahir di bumiNYA.

Maka ketika armada kebebasan itu hadir dengan segala daya upaya yang semata-mata untuk mencari keridhaan sebagai hambaNYA yang memiliki nurani manusia untuk memanusiakan manusia lainnya. Walau tantangan kematian menanti mereka, walau sekumpulan manusia berhati serigala sudah siap menerkam dan membunuh mereka. Namun semua itu tidak menambah gentar usaha mereka. Mereka tidak mundur bahkan hanya untuk selangkah. Tujuan itu seolah terlihat jelas di mata mereka. Keindahan itu telah hadir menyibak tabir fana, menggantinya dengan resonansi jannah yang akan menggetarkan hati siapapun yang mengenang mereka sebagai pejuang-pejuangNYA.

(Yaitu) orang-orang (yang mentaati ALLAH dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah ALLAH menjadi Penolong kami dan ALLAH adalah sebaik-baik Pelindung". Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari ALLAH, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan ALLAH. Dan ALLAH mempunyai karunia yang besar. QS.3:173-174

Berulang-ulang ayat ini menderu qalbu. Tak dapat kutahan airmata yang kian deras mengalir. Perasaan ini, hati ini, nurani ini bergetar hebat. Mampukah jiwa ini berdiri kokoh dalam ketaqwaan kepadaNYA? Mampukah kita istiqamah dan pantang memundurkan langkah? Mampukah kita seperti hamba-hambaNYA dalam armada kebebasan yang tak mengenal menyerah? Bukankah tidak ada yang sia-sia jika semua ini hanya untukNYA Yang Maha Pemurah?

Diri ini terpaku dalam diam. Membisu dalam warna angin yang hitam. Dengan berbagai alasan agar tak perlu berbuat secuil manfaat untuk saudara-saudara kami. Agar tetap pada kehidupan sendiri dan tak peduli dengan yang lain. Agar tak repot untuk turun kejalan dan menyebarkan seruan aksi. Agar tak perlu infaqan sebagian rezeqi karena tidak perlu peduli. Agar tak perlu berdiri bersama karena berbeda manhaj dan haroki. Dan masih banyak alasan-alasan bahkan berjuta alasan agar ummat tetap terlelap dalam tidur panjangnya. Lalu kau sebut dirimu sebagai muslim? Tak malukah kau menyandang gelar mulia itu? AstaghfiruLLAH...bangunlah kawan...bangun !!!

Gaza, disana kau bertabur luka namun masih ada cita. Keyakinanmu akan pertolonganNYA yang dekat telah meluluhlantakan semua siksa dunia, menggantinya dengan senyuman terindah yang kau punya layaknya mentari dhuha yang kan coba tuk selalu hadir menyibak asap-asap hitam yang membahana. Jauh kudisini yang masih tak mampu berikan apa-apa. Hanya doa, doa, doa, batu dan airmata. Doa yang kutitipkan kepada ALLAH Yang Maha Mendengar Maha Melihat. Batu perlawanan yang kan kulemparkan bersama keterbatasan diri ini. Dan airmata sebagai penutup sepertiga malam yang sunyi bersama pekat malam dalam bait-bait doa kepadaNYA.

Gaza, kau tak membutuhkanku. Diriku terlalu kerdil untuk medan perang seluas mata memandang itu. Diriku terlalu naif untuk berteriak lantang dan menunggu hingga luka itu datang. Tak ada konsistensi dalam memperjuangkan kalimatNYA ditanah itu. Dan itulah yang membuatku malu. Bukan padamu gaza, tetapi kepadaNYA. DIAlah Pemilik Semesta Raya ini. Jika DIA mau, hanya sekejap maka musuh-musuhNYA akan sirna. Namun, semua berjalan sesuai kehendakNYA. Dari titik ini, aku memahaminya bahwa semua ini hanya untuk melihat siapa diantara kita semua yang bersungguh-sungguh di jalanNYA. Siapa diantara kita semua yang terbaik amalnya.

Gaza, keterbatasan diriku yang berulang kali kujadikan alasan untuk tameng agar tak perlu totalitas dalam memperjuangkanmu, maafkanlah...maafkanlah saudaraku! Inilah akhir tulisanku, namun bukan akhir perjuanganku. Semoga ALLAH mengampuni hambaNYA yang lemah ini. Yang tak mampu berbuat apa-apa ketika saudara kecilku harus merasakan perihnya peluru. Semoga ALLAH senantiasa mengampuni hambaNYA yang tak lepas dari khilaf salah ini.

ALLAHummanshur ikhwana Mujahidiina wal muslimiina fii filistin, wa mustadh'afiina fii Ghazza (Gaza) 'alal yahudil ghosibin, wa fii iraq, wa fii afghanistan, Allahummanshur ikhwaananal mujahiduuna fii sabilika fi kulli makaan wa fii kulli zamaan. , . Aamiin Yaa Rabbal 'Alaamiin.

WaALLAHua'lambishawwab

Jun 5, 2010

Kesabaran dan Konsistensi

BismiLLAH

Sejenak ketika begitu banyak detik waktu yang terlewat. Setelah sekian banyak yang terlintas di benak. Ketika kata tak mampu lagi untuk definisikan sebuah rasa. Dan harapan itu selalu hadir menghias nestapa. Sebuah penantian akan tiba pada ujung masa. Ketika kau disana, kau akan sadar bahwa sekarang yang kau rasakan adalah sebuah penantian hari kemarin.

Tak terasa ketika waktu itu berlalu kawan, dan kau akan kembali tersadar ketika semua sudah berakhir. Atau sebuah akibat yang telah terjadi dari sebab-sebab yang ada. Semua berjalan sesuai kehendakNYA. Kita manusia tak memiliki daya upaya sedikitpun. Karena kita lemah dan begitulah kita adanya.

Ketika malam tiba, kau tak akan merasakan kehadiran mentari kali ini. Dia telah pergi ke bagian lain bumi ini. Kau hanya mendapati bintang-bintang tinggi diangkasa langit. Yang menoreh senyuman di bibirmu. Sebuah senyum karena awan hitam tak hadir hari ini. Sehingga tampak jelaslah beningnya purnama yang jelita. Sebuah keindahan yang menyejukan dikelamnya pekat nan gulita.

Dan kini, tak ada kata henti untuk roda yang sudah berputar. Dia harus terus menyusuri jalan panjang kehidupan yang entah dimana ujungnya. Tak ada dugaan yang mampu memprediksi secara tepat dimana ia harus berhenti. Namun bukan itu yang jadi fokus kita. Kita harus tetap berjalan tak peduli apa yang menjadi penghalang. Segala rintangan yang hadir untuk kita hadapi, bukan lari darinya. Samudra yang luas itu harus kita sebrangi, karena tak ada jalan memutar untuk tiba disana, sebuah tempat terindah karuniaNYA yang tak pernah terlintas sebelumnya di hati dan pikiran manusia.

Masihkah kau mengeluh? Masihkah kau tak percaya pada babak keindahan yang akan hadir dari episode hidupmu? Masihkah kau meragukan kisah terindah yang kelak kan kau rengkuh? Di matamu kelak akan kau saksikan balasan setiap perbuatan dirimu. Tak hanya menyaksikan, namun kau juga akan merasakannya, sehingga gemetarlah kulit ini. Gemetar karena impian itu harus kau lebur bersama kenyataan hari ini.

Dan tibalah kita diakhir alinea kehidupan. Disana kan kau temui sebuah titik akhir. Dan alinea baru akan siap untuk dimulai, namun kali ini kisah itu akan abadi. Sebuah kisah yang tak akan mampu untuk kau tulis. Semua kisah itu akan tersimpan di lembaran-lembaran memori dan jiwamu. Hanya untuk dirimu. Keindahan itu adalah balasan untuk kesabaran dan konsistensimu sampai detik ini. Karena itu janganlah engkau bersedih. Inilah kisah kesabaran yang begitu indah. Kisah yang hanya kau dan ALLAH yang mengetahuinya.

WaALLAHua'lambishawwab

Jun 4, 2010

Bagiku ini Lebih dari Sebuah Kisah

BismiLLAH

Pernahkan ketika kita mendengarkan kajian sirah Nabawiyah, kita ikut merasakan apa yang dirasakan oleh RasuluLLAH SAW? Pernahkah kita mencoba untuk menyelam lebih dalam, dalam lautan sejarah terindah yang pernah ada diatas muka bumi ini? Pernahkah kita mencoba untuk mengambil cara pandang dari sisi hati kita yang paling jernih? Atau ketika kita membaca atau mendengar kajian sirah nabawiyah, apakah setiap halaman hanya berlalu tanpa meninggalkan sesuatu di hati kita? apakah setiap ucapan hanya sebuah cerita yang indah untuk didengar tanpa ada resapan untuk akar-akar keimanan kita?

Begitu banyak penerbit menerbitkan berbagai kitab sirah nabawiyah. Begitu banyak website, blog, dan artikel yang menceritakan tentang kemuliaan RasuluLLAH SAW. Begitu banyak file-file pdf yang bertebaran untuk didownload dan kita baca, semua informasi ini dimudahkan oleh ALLAH Azzawajall untuk kita. Untuk apa ? Agar kita tak hanya mampu mengenal sirah, namun juga agar kita mampu menghayati, menghidupi sirah, menyalakannya dalam nurani kita. Sehingga ia seperti pelita dalam gelap.

Maka berusahalah untuk merasakan perjalanan hidup RasuluLLAH SAW. Berusahalah untuk menumbuhkan benih-benih cinta kita kepada RasuluLLAH SAW. Berusahalah untuk merasakan setiap kesedihannya, berusahalah untuk merasakan sakitnya batu thaif, berusahalah untuk berlinang tangis bahagia ketika beliau SAW disambut dengan meriah di yastrib dengan shalawat badr. Masih terngiangkah di telinga kita ratusan penduduk yastrib yang berdiri bergemuruh menyambut beliau? Apakah kau merasakannya?

Berusahalah untuk lebih dekat dengannya, dan berusahalah untuk meneladaninya. Walau tak banyak, walau tak sempurna. Namun itulah ikhtiar kita yang akan menjadi nilai-nilai di hadapanNYA kelak. Sebuah kemauan kuat untuk berubah dan menebarkan manfaat. Sifat-sifat mulia yang coba kau ukir dalam jiwamu setelah teladan itu hadir begitu nyata dalam nada sejarah umat manusia.

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung". QS. 9 : 128-129

Sedikit yang ingin saya bagi disini. Semoga ALLAH Azzawajall memudahkan hati kita untuk merasakan beratnya tugas beliau SAW. Sehingga kita yang masih sering mengeluh hari ini, menjadi malu. Semoga kita yang merasa lelah hari ini, tergerak hatinya untuk meneladani seorang pemimpin, yang menjalani ujian dengan tawakkal total kepadaNYA.

WaALLAHu'alambishawwab

Disqus for "JANNAH" We're Coming !!!

Komentar Terbaru

Powered by Disqus

Sudah dikunjungi

Ubuntu 11.10 is coming

Let's be friend