Jun 28, 2010

Jaga Azzammu Nak ! : Sebuah Cerpen

BismiLLAH

Sore itu begitu sejuk, ada angin yang begitu halus menyentuh dedaunan. Ufuk yang keemasan dan burung-burung yang terbang tinggi diangkasa. Semuanya dalam tasbih yang begitu syahdu kepada Sang Maha Pencipta. Aktifitas manusia masih begitu padat. Namun di sebuah lapangan basket yang tak terlalu jauh dari sebuah jalan, nampaklah seorang pria yang masih mengenakan jas dan dasi yang rapi bersama seorang anak kecil yang membawa bola basket ditangannya.

Dilapangan itu tak ada siapapun kecuali keduannya. Anak itu mencoba melempar bola basket kedalam ring, namun gagal.

“ayo nak ! Kau bisa...lihat ayah !” Sang ayah mengambil bola tersebut dan mencoba melempar ke dalam ring basket, dan berhasil.

“woooow...ayah hebat !” kata anaknya

“ini kau coba lagi nak !” Dia kembali menyerahkan bola itu kepada anaknya yang masih berusia 6 tahun itu.

“okay yah !” anaknya kembali menggiring bola basket, masih canggung dan melemparkannya, dan masih gagal juga.

“ayo nak...kau ingin menjadi pemain basket pro kan!” teriak ayah mencoba menyemangati anaknya kembali.

“iyaa...! sambut anaknya penuh semangat.

Sang anak masih terus mencoba untuk memasukan bola ke dalam ring, namun masih belum berhasil. Tampak kelelahan diwajahnya, semangatnya tidak seperti diawal tadi. Sang ayah yang dari tadi begitu menyemangati anaknya, merasakan bahwa anaknya mulai jenuh karena kegagalan.

Akhirnya, sang ayah mengatakan kepada anaknya “sudahlah nak! Kita pulang saja”.

“tapi yah...?” sang anak yang kini memandang ayahnya sambil memegang bola merasa heran dengan apa yang diucapkan oleh ayahnya barusan. Semangatnya benar-benar habis kali ini. Jika tadi ia masih memiliki energi harapan orang lain untuk menjaga semangatnya, kini orang itu sudah tidak menyemangatinya lagi. Hilang sudah semangat itu.

Perlahan dengan wajah menunduk sang anak berbalik dan berjalan menuju mobil yang di parkir tak jauh dari sisi lapangan. Ia terus berjalan sambil membawa bola basket dalam dekapannya. Sang ayah tetap berdiri sambil menatap anaknya yang berjalan menjauhi lapangan. Dia menarik nafas panjang sebelum kemudian mengejar langkah anaknya. Sambil berbisik pada dirinya sendiri “kau harus menjaga azzammu nak!”.

Sang anak kini sudah duduk diseat kiri mobil sambil terus menatap bola basket dalam dekapannya. Sempat ia melihat ayahnya yang melintas didepan menuju sisi kanan mobil sampai kemudian ayahnya masuk dan duduk di sampingnya. Sesaat kemudian pintu mobil tertutup. Dan angin sore hari itu masih terus menggoyangkan rerumputan dan dedaunan. Menerbangkan debu-debu kelelahan.

“nak !” tiba-tiba suara ayah memecah keheningan. Sang anak kemudian menatap ayahnya, ia menatap kedua mata ayah yang begitu teduh dan bijak.
“jangan biarkan semangat yang sudah kau tanam dalam hatimu itu tercabut, hanya karena seseorang berkata kepadamu 'kau tidak bisa' atau karena tak ada seorang pun yang mau membela atau menyemangatimu” jelas ayah.

Ayah kemudian menyalakan mobil dan mulailah mereka melaju perlahan meninggalkan lapangan basket di tepi jalan tersebut. Sambil menyetir sang ayah kembali menasehati putranya tersebut.

“ketika azam atau tekad itu sudah kau tetapkan nak, maka selanjutnya adalah bertawakkal kepada ALLAH” lanjut ayah.

“tawakkal?” sahut anak yang nampaknya masih belum mengerti betul apa maksud kata tersebut.

“iya, tawakkal berarti kita menyerahkan semua urusan yang kita lakukan total kepada ALLAH Azzawajall, Dia Yang Maha Perkasa, nak! Tak ada yang mampu mengalahkanNYA...karena Dia adalah Sang Pencipta Semesta !” ayah terus memberikan penjelasan kepada anaknya.

“Jika tekadmu itu kau jaga bersama tawakkal kepadaNYA, insyaALLAH tak akan ada yang mampu mengoyak tekadmu tersebut nak ! InsyaALLAH !” lanjut ayah sambil terus menyusuri jalan, maghrib hampir menjelang.

“Yakinlah bahwa ALLAH senantiasa mengawasi kita nak, hamba-hambaNYA ! Dan ketika tak ada seorang pun di muka bumi ini yang mau memberi semangat pada kita, maka yakinlah bahwa ALLAH tempat kita bergantung telah menetapkan ketentuan terbaikNYA untuk kita!” begitu panjang ayah menjelaskan. Sang anak mencoba memahami apa yang dikatakan ayahnya tersebut.

“masih ingat dengan film yang kita tonton semalam, 'Anak-anak di Gaza'?” tanya ayah kepada putranya tersebut.

“masih yah...oh naufal tahu sekarang yah...teman-teman naufal di gaza tak pernah menyerah karena mereka bertawakkal kepada ALLAH ya yah? Padahal rumah mereka hancur, sekolahnya rusak, masjidnya penuh debu, keluarga mereka di bunuh, dan mereka gak punya bola basket kayak naufal yah dan mereka juga jauh banget dengan naufal disini, klo deket pasti naufal ajak main mereka yah” jawab anak yang bernama naufal tersebut penuh antusias.

“AlhamduliLLAH, engkau memahaminya nak, seperti itulah ketika tekad atau azzam telah tertanam kokoh dalam bingkai tawakkal nak, tak akan ada yang mampu menyurutkannya nak, tak sekalipun ayah nak” jelas ayah kemudian.

“AlhamduliLLAH, naufal mengerti ya yah?” sahut naufal yang kini telah nampak senyum keceriaan di wajahnya.

“AlhamduliLLAH, engkau dikaruniai akal yang cerdas nak, gunakan untuk kemanfaatan ummat ya nak?” jawab ayah yang begitu tulus mencintai anaknya tersebut.

“insyaALLAH yah !” sahut naufal penuh semangat.

Mobil mereka kini telah tiba di halaman parkir sebuah masjid megah nan indah. Tak beberapa lama kemudian terdengar suara adzan yang menggema. Bermula dari masjid itu kemudian bersahut-sahutan di berbagai penjuru. Mentari yang terik beberapa saat yang lalu, kini telah kembali bersimpuh pada senja waktu. Bukan menyerah namun tugasnya kini harus di ganti oleh bulan, untuk menerangi malam bersama gemintang yang berkilauan di langit yang pekat.

Setelah memarkir, sang ayah dan anak itu pun keluar dari mobil. Kemudian mereka berjalan beriringan menuju masjid. Dari tempat parkir menuju pelataran, terdapat halaman rumput yang lumayan luas. Dalam langkah-langkah itu, sang ayah kembali bertanya kepada naufal, anaknya.

“jadi ayah boleh tahu gag nih, azzam naufal yang ingin di jaga bersama tawakkal kepada ALLAH?” tanya ayah.

Sesaat naufal mengangguk, kemudian melepaskan tangannya dari gandengan ayahnya. Dia berlari kecil ke arah rerumputan, kemudian mengambil segenggam tanah dari halaman mesjid tersebut.

“ini azzam naufal yah! naufal berazzam insyaALLAH suatu saat nanti naufal bisa menggenggam tanah palestina seperti naufal menggengam tanah ini !” Teriak naufal lantang.

“BarakaLLAH fiikum yaa bunayya...barakaLLAH, ahsantum !!!” sang ayah kemudian memeluk dan menciumi anaknya tersebut.

“InsyaALLAH nak..insyaALLAH...bi'idzniLLAH...azzammu itu akan terwujud!” isak ayah yang masih memeluk dan menciumi anaknya tersebut, sambil terkadang membelai rambutnya.

“ayah mengapa menangis? Ayah sedih yah klo naufal pergi ke palestina untuk ngajak temen-temen naufal disana main?” tanya naufal polos sambi melepas kembali tanah yang telah ia genggam barusan.

“tidak, ini airmata bahagia nak ! Ini airmata kesyukuran atas kehadiranmu sebagai karuniaNYA yang begitu indah” jelas ayah.

“AlhamduliLLAH, ternyata dengan bertawakkal semua jadi indah ya yah? Menangis aja bisa bahagia...heheheh!” ada senyum yang begitu indah dari naufal untuk ayahnya tercinta.

“hehehe, benar juga ya...baiklah, ayo kita lanjut nak...kita ambil wudhu dulu” kata ayah yang sudah kembali berdiri sambil tersenyum kepada anaknya.

“okay ayah !” sahut naufal penuh semangat.

Mereka berdua berjalan menuju pelataran masjid. Tampak pula puluhan jamaah juga mulai berdatangan, mereka semua bergegas menuju panggilan Tuhan Semesta Alam. Setelah melepaskan alas kaki kini mereka terus menyusuri koridor masjid, dan menghilang di balik kerumunan jamaah yang hilir mudik.

Tampak begitu rapi dan rapat shaff orang-orang yang shalat. Lalu kemudian terdengarlah suara sang imam yang lantang untuk takbiratul ihram. Yang kemudian di ikuti secara serentak oleh ma'mum yang ada. Semua dalam ketaatan kepada ALLAH Azzawajall. Namun tak hanya di dalam masjid, melainkan di setiap gulungan ombak, di perbukitan bersama rerumputan yang hijau, di lereng-lereng bebatuan gunung yang hidup koloni semut didalamnya. Semua mahluk ketika itu dalam dzikirnya masing-masing kepada ALLAH Sang Pencipta Semesta.

WaALLAHua'lambishawwab.

3 comments:

  1. Nasehat berharga melalui sebuah cerita. Jadi ingat kata Umar bin Khattab: "Ajari anakmu sastra, agar ia menjadi ksatria"

    Salam ukhuwah

    ReplyDelete
  2. jazaakumuLLAH khayr tadz...insyaALLAH ^_^

    ReplyDelete
  3. keren banget blognya, mungkin kamu butuh software design grafik, windows atau mau download film silahkan kunjungi http://abdoelcharies.blogspot.com/, semoga bermanfaat

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya !

Disqus for "JANNAH" We're Coming !!!