Aug 26, 2010

Ketakutan Semu

Bismillah

“(yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat.” QS. Al Anbiya:49

Ingin saya berbagi tentang apa yang saya rasakan ketika saya melintasi ayat ini. Tak kuasa melanjutkan, karena saya ingin mengerti betul hakikat ketaqwaan yang ALLAH Azzawajall berikan melalui firmanNYA tersebut. Pelan-pelan angan saya beranjak untuk mentadabburi maksud ayat tersebut, dan sungguh ilmu itu hanya milik ALLAH Azzawajall, kita tak memilikinya kecuali teramat sedikit dan itupun atas izinNYA.

Jika saya kembali pada realita hari ini, ketika banyak kemungkaran terjadi. Maka dimana rasa takut itu? Dimana sebenarnya esensi rasa takut manusia hari ini bermuara? Apakah ia telah hilang karena ia merasa cukup dengan banyaknya kekayaannya yang katanya ia kumpulkan dengan jerih payahnya? Atau takut itu hanya untuk anak kecil yang dengan mudahnya dibohongi tentang kebohongan-kebohongan bodoh yang disuapi mentah-mentah oleh orang-orang dewasa yang sok pintar.

Setiap kita tentu memiliki apa yang dinamakan 'Ketakutan'. Namun banyak ketakutan kita itu bukan pada hal yang pantas untuk di takuti. Adakalanya takut itu muncul dalam rupa ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, kadang takut dipecat dari pekerjaan, atau takut tidak memiliki teman yang ikut mendukung kita, atau takut untuk menjadi miskin, takut terkena musibah, dan yang paling parah dan merupakan penyakit paling mengerikan bagi seorang muslim adalah ketakutan akan Al Maut atau kematian.

Jika telah ada ketakutan akan kematian, maka bisa dipastikan kecintaan kita terhadap dunia ini sudah berlebihan. Bukankah kita harus meyakini bahwa akan ada kehidupan lain yang jauh lebih abadi dari kehidupan dunia yang fana ini. Semua yang kita lakukan di muka bumi ini kelak akan dimintai pertanggungjawaban olehNYA. Inilah seharusnya yang kita takuti.

Kita tak takut jika berdusta, namun merasa takut jika usaha dagang merugi. Kita tak takut korupsi, namun merasa takut jika jatuh miskin. Kita tak takut bermalas-malas ketika bekerja, namun merasa takut jika diawasi atasan. Kita tak takut merusak alam, namun merasa takut ketika bencana datang. Lalu yang menjadi pertanyaan, sudah benarkah kita meletakan ketakutan kita tersebut?

Bukankah seharusnya kita takut kepadaNYA? Kita takut jika ALLAH mendapati kita dalam maksiat, kita takut jika tugas kita sebagai khalifah di muka bumi tak terlaksana dengan baik. Kita takut jika generasi setelah kita tak mampu memberikan manfaat sebagai hambaNYA. Inilah ketakutan yang harus kita bina, yang harus kita arahkan agar takut itu menjadi pengingat, agar takut itu yang menegur kita ketika kita lalai dariNYA.

Mari kita kembali ke masa ketika Umar Al Khattab menyusuri perbukitan dan mendapai seorang anak yang menggembalakan domba majikannya. Umar ra kemudian berkata kepada anak tersebut “wahai nak, jualah satu dombamu kepadaku?”. Sang anak tadi menjawab “sungguh domba ini bukan milikku tuan, ini milik majikanku dan tugasku hanya menggembalakannya.” Umar ra kemudian kembali bertanya “jumlah dombamu teramat banyak, saya yakin majikanmu tak akan tahu jika kau menjualnya satu kepadaku”. Sang anak tertegun sejenak kemudian berucap “kalau seperti itu, lantas dimanakah ALLAH?”. Umar ra menangis mendengar ucapan anak tersebut, dalam hatinya dia mengucap syukur kepada ALLAH bahwa ada generasi yang memiliki ketakutan kepada ALLAH Azzawajall yang akan mewarisi Dienul Islam ini.

Maka takutlah hanya kepadaNYA. Ini nasihat untuk diri saya yang terkadang masih memberikan rasa takut kepada sesuatu yang seharusnya tak pantas untuk ditakuti. Bukankah ALLAH selalu dekat dengan hambaNYA? Jauh lebih dekat dari urat leher kita sendiri. Maka takutlah akan hari dimana setiap usaha akan dipertanyakan, setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Pemilik Semesta Alam. Semoga ALLAH mengkarunia kami, hati yang selalu merasa takut kepadaNYA dan jiwa yang selalu terjaga dijalanNYA. Aaamiin Yaa Rabbal 'Alamiin.

WaALLAHua'lambishawwab

Aug 20, 2010

I'm Home !!!

BismiLLAH


Mungkin banyak yang menyangka, menduga, menebak, atau apapun itu, bahwa saya telah meninggalkan dunia tulis menulis. Namun akan saya bantah disini, karena saya hanya beristirahat sejenak untuk menarik nafas, memandang tinggi langit, kemudian melihat jalan menanjak didepan, dan setelah itu insyaALLAH akan kembali melangkah jika kesempatan masih terbentang untuk saya.

Ada kalanya kita butuh berhenti sejenak, namun bukan untuk berbalik langkah, memutar atau lari dari masalah. Bagi saya berhenti itu merupakan strategi untuk berpikir. Berhenti sejenak, untuk melihat kebelakang mengambil kesimpulan dan mencoba untuk melangkah lagi.

Dalam perhentian itu ada banyak kisah. Ada perasaan yang kadang sulit untuk mengungkapkan rasanya. Ada solusi yang terhenti karena keraguan akan kapabilitas diri. Ada rencana yang tak tertulis hingga ia hilang tak terdeteksi dalam sibuknya lalu lintas data di otak kita.

Dan selanjutnya, yang akan saya lakukan adalah kembali menulis di blog perjalanan ini. Perjalanan panjang yang akan terus diiringi dengan berbagai kisah. Saya sudah siap insyaALLAH untuk menulis semuanya, merangkai setiap kisah menjadikannya sebuah memory yang kusimpan secara online. Sehingga kalian yang membaca blog ini bisa ikut merasakan perjalanan panjang yang begitu menyenangkan ini.

Begitu lama rasanya telah kutinggalkan catatan perjalanan ini. Ada rindu untuk membaca setiap kisahnya. Mungkin bagi banyak orang ini tak ada arti, namun bagiku ini adalah kisah perjalanan yang mencatat perubahan-perubahan diriku yang terus bermetamorfosa untuk meraih kebaikan. Kisah yang ALLAH anugerahkan untuk hambaNYA.

Semoga ALLAH Azzawajall menganugerahkan keistiqamahan kepada hati ini untuk terus menulis. Aamiin

Aug 5, 2010

Belajar dalam Madrasah Ramadhan

Allama Muhammad Iqbal pernah berkisah tentang dirinya, ayahnya dan al-Qur’an. “Saya biasa membaca al-Qur’an selepas shalat subuh. Dan ayah, selalu mengawasi,” tuturnya.

Tidak saja mengawasi, sang ayah juga bertanya. “Apa yang kamu lakukan?” tanya sang ayah. Padahal jelas-jelas sang ayah melihat anaknya sedang mengaji.

“Aku menjawabnya, sedang membaca al-Qur’an,” kenang Muhammad Iqbal. Pertanyaan itu diulang-ulang oleh sang ayah setiap pagi, selepas subuh, selama tiga tahun penuh. Jawaban yang diberikan juga sama, setiap pagi, selepas subuh, setahun penuh, Muhammad Iqbal menjawab sedang mengaji al-Qur’an.

Lalu, suatu hari Muhammad Iqbal memberanikan diri bertanya kepada sang ayah. “Mengapa ayah selalu menanyakan pertanyaan yang sama, padahal jawaban saya juga selalu sama?”

“Nak, bacalah al-Qur’an itu seolah-olah diturunkan langsung kepadamu.” Dan sejak saat itu, Muhammad Iqbal mengetahui apa pesan di balik pertanyaan ayahnya. Sejak saat itu pula, Muhammad Iqbal senantiasa membangun atmosfir di dalam dirinya, seolah-olah al-Qur’an itu turun langsung untuknya.

Muhammad Iqbal tidak saja membaca, tapi juga mencoba mengerti. Tidak saja mampu mengerti, tapi juga memahami. Tidak sebatas memahami, tapi juga mengejawantah. Tidak saja mengejawantah, tapi juga mencoba untuk menyampaikan kembali isi al-Qur’an seperti yang dipahaminya.

Maka hari ini kita mengenang nama Muhammad Iqbal sebagai salah satu tokoh besar dalam dunia Islam. Bahkan beberapa kalangan menyebutnya sebagai salah satu mujaddid atau pembaharu dalam sejarah Islam. Muhammad Iqbal pantas dan layak menjadi besar, sebab yang ia baca, mengerti, pahami, serta ejawantah dan yang ia sampaikan adalah hal yang sangat besar: al-Qur’an.

Dan lebih dari segalanya, ia mampu membangun sesuatu yang sangat besar: perasaan bahwa al-Qur’an diturunkan langsung untuk dirinya.

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur,” (QS al-Baqarah: 185).

Hari ini, kurang lebih ada 1,6 milyar manusia yang berikrar sebagai seorang Muslim. Mereka tersebar di seluruh penjuru dunia. Di Barat dan di Timur. Masing-masing berjibaku dengan hidupnya. Masing-masing sibuk dengan segala agenda. Mencoba memecahkan segala masalah dalam berbagai peristiwa. Bertarung dengan pilihan-pilihan yang tidak ringan dalam kehidupan. Sampai-sampai akhirnya mereka lupa, bahwa sesungguhnya Sang Pencipta Manusia telah membekali kitab panduan tempat segala masalah menemukan jawaban, tempat segala musykilah menemukan rujukan. Al-Qur’an.

Dengan terang Allah SWT menyebutkan, Dia tidak menghendaki kesukaran untuk kita. Dia menghendaki kemudahan untuk manusia.

Hari ini, berapa banyak orang yang mampu membangun atmosfer seperti yang telah mampu dibangun oleh Muhammad Iqbal. Di belahan Asia Tenggara ini sama, kaum Muslimin berjumlah tak kurang dari 400 juta manusia. Dan hampir setengah dari jumlah di atas, lahir, hidup dan tinggal di Indonesia. Negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia.

Mari kita ulang pertanyaannya. Berapa banyak dari jumlah Muslimin di Indonesia yang memiliki perasaan yang sama dengan Muhammad Iqbal? Atau kita perlu mengerucutkan sasaran pertanyaan. Berapa banyak pemimpin-pemimpin umat Islam yang mampu menghadirkan perasaan, bahwa al-Qur’an ini diturunkan untuk dirinya, bukan untuk orang lain, bukan untuk jamaah lain, bukan untuk kaum yang lain? Berapa banyak!?

Bulan ini adalah bulan penuh berkah. Bulan diturunkannya al-Qur’an yang mulia, petunjuk bagi manusia. Jika hari ini kaum Muslimin mampu menghadirkan rasa di atas di dalam jiwa, insya Allah, 50 persen dari masalah sudah teratasi dengan sendirinya. Baik masalah internal ataupun eksternal.

Dan jika kita sudah mampu melakukannya, insya Allah kita juga berani dengan gagah akan berkata, “Takun daulatal islamiyah fii qalbika takun fi ardhika.” Tegakkan dulu Islam di hatimu, maka dia akan tegak sendirinya di muka dunia. Amin.

Aug 2, 2010

Berdoalah, Memintalah, Ramadhan Segera Tiba!

Bulan ini, sekecil apapun ibadah berlipat ganda balasannya. Tapi karena kita sudah terlalu sering mendengar, seolah kita menjadi imun dan kebal. Jangan jadikan, Ramadhan sia-sia!

Sahabat
Seorang ulama Palestina pernah singgah dan silaturahim di kantor kami. Setelah berbincang panjang, saya kemudian mengutarakan sebuah hajat, “Berikanlah nasihat kepada kami.”

Sang ulama dengan wajahnya yang teduh, kemudian berkata dengan sangat sederhana. “Apalagi yang bisa saya nasihatkan? Tidakkah cukup nasihat al Quran untuk kita?”

Begitulah dialog kecil antara saya dengan Syekh Abu Bakr Al-'Awawidah. Sungguh, nasihat yang mendasar dan sangat substansial. Andai saja kaum Muslimin membaca dengan cermat, semua nasihat ada di dalam kitab. Begitu juga dengan Ramadhan, salah satu ayat yang sangat popular dibacakan adalah seruan untuk menunaikan shiam.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS al Baqarah: 183-185)

Ayat ini adalah nasihat langit, dan bagi siapa saja yang mengamalkannya, keberuntungan akan berpihak dan derajat mulia akan menjadi ganjaran. Dalam kitabnya Fadha’ilul Auqat, Imam Albaihaqi mengisahkan tentang turunnya ayat ke-185 dari surat al Baqarah. Beliau mengutip perkataan Ibnu Abi Laili yang berkata, “Sahabat-sahabat kami menuturkan bahwa sesampainya di Madinah, Rasulullah saw memerintahkan kaum Muslimin untuk berpuasa selama tiga hari. Setelah itu turunlah perintah puasa Ramadhan. Padahal (waktu itu) penduduk Madinah belum terbiasa berpuasa, sehingga puasa pun menjadi berat bagi mereka. Akhirnya setiap orang yang tidak kuat berpuasa memberi makan seorang miskin. Maka turunlah ayat, “Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS al Baqarah: 185)

Semua itu demi kemuliaan yang sangat rugi jika kita tinggalkan. Semua waktu adalah mulia di bulan ini. Karena sejak malam pertama di bulan mulia, berbagai keistimewaan telah diberikan Allah pada hamba yang mencari ridha-Nya. Abu Hurairah meriwayatkannya dari Rasulullah yang bersabda, “Apabila memasuki malam pertama bulan Ramadhan, syetan-syetan dan jin-jin akan dibelenggu, semua pintu neraka dikunci dan tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Sementara semua pintu surga dibuka dan tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Lalu sebuah seruan akan menyeru seperti ini, “Wahai orang-orang yang ingin berbuat baik, bersegeralah! Wahai orang-orang yang ingin berbuat buruk, batalkanlah! Dan sesungguhnya pada malam ini Allah membebaskan banyak orang dari api neraka.” (HR Tirmidzi & Ibnu Majah)

Sejak malam pertama, setiap hari adalah istimewa di bulan mulia. Wahai orang-orang yang ingin berbuat baik, segeralah! Surga sedang menanti dengan pintu yang terbuka.

Barangkali kita sudah terlalu sering mendengar, tentang syetan-syetan yang dibelenggu, pintu neraka yang tertutup rapat dan pintu surga yang dibuka luas. Dan mungkin, karena terlalu sering mendengar, kita menjadi imun dan kebal pada pengertian yang sesungguhnya dari hadits dan kabar istimewa yang diberikan oleh Rasulullah kepada kita. Mungkin, yang perlu kita lakukan adalah duduk sejenak, dengan hati yang sangat tenang, dengan pikiran yang tidak gusar, membaca pelan-pelan dan berdoa kepada Allah agar dibukakan hikmah atas semua hal yang sudah terlalu sering kita dengar. Jika tak turut serta, kita akan tertinggal kereta yang penuh dengan orang-orang yang akan pergi menuju ridha Allah dan berharap bertemu dengan Rasulullah.

Rasulullah saw memberikan kabar gembira, bahwa umatnya akan diberi lima perkara yang belum pernah diberikan oleh Allah pada umat-umat sebelumnya. Pertama, bau tak sedap dari mulut orang-orang yang berpuasa di sisi Allah akan tercium seperti minyak kasturi. Duhai, pertama istimewanya. Kedua, para malaikat akan berdoa meminta ampun atas umat ini sampai tiba waktu berbuka. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa nafsu dan dosa, makhluk yang sangat dekat dan hanya beribadah kepada Allah sedang mendoakan kita, siapa yang tak menginginkannya? Ketiga, setiap hari Allah menghiasa surga dan berkata pada surga, “Hamba-hambaku yang berpuasa akan meninggalkan beban derita dan akan mendatangimu.” Bayangkan, betapa mulianya, sampai-sampai ganjaran yang akan diberikan adalah surga yang dihias Allah sendiri. Keempat, syetan-syetan dibelenggu sehingga mereka tidak akan leluasa berbuat jahat. Mahasuci Allah yang telah memberikan demikian besar perlindungan pada hamba-hamba yang menghendakinya. Kelima, pada malam terakhir Ramadhan, orang yang berpuasa akan diampuni dosanya. Sungguh, jika ada yang tidak berlomba dengan segala keistimewaan ini, entah hatinya terbuat dari apa.

Bersegaralah, bersegaralah! Semua melimpah. Semuanya penuh berkah.

Orang yang memberi makan dan minum kepada mereka yang berpuasa, kata Rasulullah, “Kelak Allah akan memberinya minum dari telagaku.” Duhai, telaga Kautsar yang dijanjikan. Allah akan memberi minum pada kita hanya dengan cara memberi makan dan minum orang-orang yang berpuasa.

Dari Abu Said al Khudri meriwayatkan, bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Tidak ada seorang Mukmin yang shalat pada malam harinya, melainkan Allah menuliskannya seribu lima ratus kebaikan untuk setiak sujudnya. Allah membangun untuknya rumah di surga yang terbuat dari permata merah, dengan enam puluh ribu pintu dan setiap pintunya mempunyai istana yang terbuat dari emas dan terbungkus permata merah. Apabila ia melaksanakan puas apada hari pertama Ramadhan, akan diampuni dosanya yang telah lalu sampai hari ini. Barangsiapa hidup di bulan Ramadhan, tujuh puluh ribu malaikat akan memohon ampunan untuknya setiap hari, sejak shalat Subuh sampai terbenam matahari. Setiap sujud yang ia lakukan pada bulan Ramadhan, baik siang atau pun malam akan dibalas Allah dengan sebuah pohon yang mempunyai naungan sejauh perjalanan lima ratus tahun.” (Fadha ‘Ilul Auqat, Imam Albaihaqi)

Sesungguhnya, surga senantiasa berhiasa pada bulan ini. Dan seandainya hamba-hamba tahu kemuliaan dan apa yang terjadi di bulan Ramadhan, niscaya mereka akan berharap sepanjang tahun adalah Ramadhan.

Suatu ketika, sebelum memasuki bulan Ramadhan, Rasulullah bertanya pada para sahabatnya. “Mahasuci Allah, apa yang hendak kalian jumpai? Apa pula yang hendak menjumpai kalian semua?”

Sahabat Umar bin Khattab maju untuk menjawab. “Demi ayah dan ibuku wahai Rasulullah. Yang akan kami jumlah adalah turunnya wahyu atau datangnya musuh,” ujar Umar bin Khattab ra.

“Bukan itu, melainkan Ramadhan yang pada malam pertanya Allah akan memberikan ampunan untuk umat ini,” jawab Rasulullah kepada seluruh sahabat.

Para sahabat yang mendengar, salah satu diantaranya sampai menggelengkan kepala ada yang berkata, “Bah...bah....”

Melihat hal ini, Rasulullah bertanya. “Sepertinya engkau tidak suka dengan apa yang kamu dengar?”

“Bukan. Bukan begitu, ya Rasulullah. Hanya saja aku teringat orang-orang munafiq,” jawab sahabat.

“Orang munafik adalah kafir dan orang kafir tidak akan mendapat apapun pada bulan ini,” terang Rasulullah.

Naudzubillah, semoga Allah menjauhkan kita dari perilaku yang akan menjebak kita pada ciri-cirik munafiq. Sebab, tak akan ada kemuliaan yang bisa kita dapatkan.

Perbanyaklah doa di bulan ini, karena tak satupun doa yang tak didengar dan diterima. Ibnu Mas’ud meriwayatkan, Rasulullah pernah bersabda tentang keistimewaan bulan Ramadhan. “Sesungguhnya, setiap orang yang bertaubat, akan diterima taubatnya. Setiap orang yang berdoa, akan dikabulkan doanya. Setiap orang yang meminta akan dipenuhi permintaannya. Dan apabila tiba waktu berbuka pada setiap malam bulan Ramadhan, Allah membebaskan sebanyak enam puluh ribu orang dari api neraka. Dan apabila Idul Fitri tiba, Allah membebaskan sebanyak yang telah dibebaskan selama sebulan penuh, yaitu tiga puluh hari kali enam puluh ribu orang.”

Bulan ini betapa meruah dengan berbagai anugerah. Maka sungguh masuk akal jika Malaikat Jibril pernah berkata pada Rasulullah tentang kerugian orang yang tak mendapat ampunan di bulan Ramadhan. “Jibril as baru saja berkata kepadaku, “Celakalah seorang hampa yang berpuasa pada bulan Ramadhan tetapi dosanya tidak diampuni.” Lalu aku mengamini....” (HR Ahmad & Tirmidzi)

Apa saja yang membuat kita sia-sia dan karenanya menjadi celaka? Sabda Rasulullah, “Apabila seseorang yang berpuasa tidak meninggalkan perkataan dusta, perbuatan culas, dan kejahiliyahan, maka Allah tidak butuh pada upayanya meninggalkan makan dan minum.” (HR Bukhari, Tirmidzi, Ahmad & Ibnu Majah)

Puasa, sabda Rasulullah, adalah perisai. Dan perisai berfungsi sebagai pelindung. Tapi sabda Rasulullah lagi, puasa adalah perisai selama engkau tidak merusaknya. Maka, jangan rusak Ramadhan kita dengan perilaku yang membuat kita menjadi orang-orang yang tak terlindungi. Mahasuci Allah, semoga puasa ini melindungi kita dari fitnah dunia dan azab akhirat yang tak akan pernah mampu kita menanggungnya.

Disqus for "JANNAH" We're Coming !!!

Komentar Terbaru

Powered by Disqus

Sudah dikunjungi

Ubuntu 11.10 is coming

Let's be friend