May 14, 2010

Hal yang Penuh Konsekuensi dan Tanggung Jawab

BismiLLAH

Ba'da Tahmid wa Shalawat

Ketika ditanya “bagaimana kabar anda hari ini ?”, spontan kita mungkin bisa langsung menjawab “AlhamduliLLAH, baik”. Ya, secara fisik mungkin kita terlihat sehat wal afiat, segar bugar, dalam keadaan tak kekurangan sedikitpun. Namun, ketika yang ditanya adalah “bagiamana kabar Iman hari ini kawan?” sejenak mungkin kita akan terdiam dan tak mampu menilai kadar keimanan kita sendiri. Kita tak berani mengungkapkannya, kita tidak berani menunjukan keimanan kita. Saya tidak bermaksud mengajak anda untuk riya'. Karena, pengertiannya sangat jauh bertolak belakang antara menunjukan keimanan dengan riya'.

Iman dan ketaqwaan adalah hal yang tak terlihat. Sama halnya dengan riya', sebagaimana RasuluLLAH saw menganalogikan riya' dengan semut hitam yang berjalan di gelap malam, tanpa cahaya sedikitpun, hitam pekat tak terlihat. Kami berlindung kepada ALLAH Azzawajall dari penyakit-penyakit hati yang merusak keimanan. Keimanan seseorang tak ada yang mampu menilainya kecuali ALLAH Azzawjall, sedangkan riya' yang mengetahuinya hanyalah dirinya dan ALLAH Azzawajall. InsyaALLAH pembahasan kita tentang bagaimana menunjukan keimanan dan melindungi hati dari riya'.

Semua bermula dari Hati.

Di hadits Arbain An Nawawiyah, hadits keenam yang berbunyi “...dan sungguh di dalam tubuh manusia ada segumpal daging (mudghah) yang apabila ia baik (Shalih), maka baiklah seluruhnya. Dan apabila ia rusak (fasad) maka rusaklah seluruhnya. Ketahuilah bahwa ia adalah hati. (Riwayat Bukhari wa Muslim)”.

Hati adalah karunia ALLAH Azzawajall. Dengannya kita bisa merasakan nilai-nilai manusiawi, sedih, bahagia, senang, gembira, dll. Hati juga hal yang tersembunyi, dan yang mengetahuinya hanyalah ALLAH Azzawajall dan pemilik hati tersebut. Inilah sebabnya kita tidak bisa menjustifikasi niat seseorang. Yah simplenya daripada sibuk menyalahkan orang lain, yah mbok sibuk memperbaiki diri.

Hati adalah pusat kendali yang menyeimbangkan akal pikiran dan yang menahan hawa nafsu manusia. Menyeimbangkan akal pikiran maksudnya kita mampu menimbang antara yang baik dan yang buruk, antara yang Haq dan yang bathil. Pikiran tak mampu melakukan hal ini tanpa hati yang bersih, inilah yang saya maksud dengan 'Hikmah' dan 'Furqon'. Sesuatu yang ALLAH anugerahkan kepada manusia yang memohon petunjuk kepadaNYA. Kepada siapa lagi kita memohon petunjuk selain kepadaNYA?

Menahan hawa nafsu juga memerlukan kontrol yang tidak mudah. Pertama karena nafsu memiliki kaitan yang erat dengan hal yang konkret. Maksudnya nafsu lebih dekat kepada hal yang yang mampu di deteksi dan dirasakan langsung oleh indra peraba. Kedua nafsu adalah hal yang manusiawi, artinya kita tidak bisa menolak hal ini (sunnatuLLAH). Inilah hal yang membuat hati berperan dalam kontrol nafsu manusia. Dimana peranannya? Dengan hati yang bersih kita mengontrol nafsu. Nafsu tidak bisa dihilangkan, namun ia bisa di kontrol. Masih ingat dengan Aa Gym dengan program MQnya? Ya, Managemen Qalbu...Bagaimana mengatur hati agar senantiasa dalam konsistensi keimanan.

Karena hati bersifat dinamis dan fluktuatif. Hati bisa dipengaruhi oleh nafsu, sehingga hati tidak lagi bening melainkan keruh. Jika hati keruh maka permasalahan sekecil apapun akan terasa begitu berat. Karena ia lupa untuk bersabar di setiap ujian dan beryukur di setiap kesempatan. Hati juga bisa di manfaatkan oleh akal pikiran untuk mendukung rasionalitas. Artinya walau hati menolak namun karena akal merasa lebih superior dan menjadi pusat kendali total, sehingga munculah manusia-manusia yang mengandalkan akalnya ketimbang hatinya. Mereka cerdas namun tak punya perasaan. Nau'dzubiLLAH min dzalik.

Iman dan Ujian

Sebenarnya tak hanya dengan mengatakan 'saya beriman', maka kita sudah berhak atas gelar orang yang beriman (mu'minin). Jika diingat-ingat pada saat kita sekolah dasar, pada saat pelajaran agama maka ada pelajaran yang membahas rukun iman dan rukun Islam. Namun yang kita pelajari apakah makna 'keimanan' sesungguhnya dengan berbagai konsekuensinya, atau hanya hafalan yang kadang mengendap di otak-otak kita atau bahkan hilang sama sekali. Pernah ketika kuliah, ada teman yang ditanya “hafal rukun iman gag?”, kemudian teman tersebut menjawab “hafal donk....yang pertama membaca dua kalimat syahadat...eh..itu rukun iman atau rukun islam yah?”. Ouch, it's gone !!! Hafalan itu tak mengakar kuat dihatinya. Rukun iman dan rukun islam hanya jadi syarat untuk mendapat nilai lulus di mata pelajaran agama islam.

Iman adalah hal yang penuh konsekuensi dan tanggung jawab. Tak hanya itu, keimanan juga pasti disertai dengan ujian. Mengapa saya mengatkan 'pasti'? Karena ALLAH Azzawajall sudah berfirman di kitabNYA yang suci Al Quran dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”

Di ayat yang lain, yaitu di Surah Al Baqarah ayat 214, ALLAH Azzawajall berfirman “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

Inilah yang dimaksud dengan konsekuensi itu, “ujian”. Kita tak hanya dibiarkan begitu saja mengatakan 'okay, saya beriman' tanpa ada ujian untuk menguji keimanan kita. Dan yang perlu kita ketahui bentuk ujian masing-masing individu tidaklah sama. Bisa jadi bentuk ujian kita adalah kekayaan, wajah tampan atau cantik, atau apapun yang begitu menyenangkan. Bisa pula bentuknya dalam kesengsaraan, kesulitan, dan hal-hal yang kadang menyakitkan. Namun dari itu semua, bagi saya ujian yang paling sulit adalah ujian dalam bentuk kekayaan. Mengapa? Karena ujian inilah yang lebih melalaikan bahkan mematikan hati.

Keimanan sendiri adalah sebuah keyakinan penuh totalitas yang tertanam kuat didalam hati, diucapkan dengan lisan yang penuh kejujuran dan juga diamalkan dalam perbuatan dengan penuh tanggung jawab.

Semoga ALLAH mengkaruniai kepada kita keimanan yang terjaga, Aamiin Yaa Rabbal 'Alaamiin

WaALLAHua'lam bishwwab












No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komentarnya !

Disqus for "JANNAH" We're Coming !!!