Apr 19, 2010

Menjadi Yang Terbaik Untuk Mereka (Part 2)

BismiLLAH

Ba'da Tahmid wa Shalawat
Mari kita renungkan tentang ayah. Saya akan sedikit bercerita disini. Suatu ketika seorang ayah mengajak anaknya yang masih kecil untuk berjalan-jalan di taman. Kebahagiaan tampak dari wajah sang ayah yang menggandeng putranya yang lucu. Sang anak pun begitu gembira karena berjalan bersama ayahnya yang ia cinta. Sang anak yang masih kecil pun mulai menanyakan segala sesuatu yang menarik perhatiannya. “Ayah, benda apa itu di atas sana?” sang anak bertanya. “oh itu balon nak” jawab sang ayah sembari tersenyum. Lalu sang anak bertanya lagi “klo yang itu ayah...itu apa?”. “itu juga balon, nak” jawab ayah sembari tersenyum.

Sang anak menanyakan hal yang sama berulang-ulang hingga 25 kali. Dan sang ayah tetap menjawab dengan sabar disertai senyuman termanis yang ia punya untuk anaknya tercinta. Ketika sampai di rumah, sang ayah menceritakan kepada istrinya, dan tidak lupa ia menulis pada journalnya. Dia menuliskannya sebagai kejadian paling berkesan dalam hidupnya. “anakku hari ini kuajak ke taman, dengan gembira dia menanyakan hal yang sama berulang-ulang kepadaku. Aku hanya bisa tersenyum sambil menjawab pertanyaannya.”

Lalu kini setelah sekian tahun berlalu, sang anak pun telah dewasa dan melalui hari-harinya dengan kesibukan yang sangat padat. Mulai dari urusan bisnis hingga hobby yang kadang terlalu dipaksakan. Sang anak kini hidup bersama keluarganya jauh di kota meninggalkan kedua orang tuanya di pedesaan.
Suatu ketika sang ayah yang rindu kepada anaknya mencoba menghubungi anaknya. Beberapa panggilan selalu bernada sibuk. Namun setelah menunggu lumayan lama, akhirnya sang ayah tersebut berhasil menghubungi anaknya. Sang Ayah kemudian mulai menyampaikan keinginannnya untuk bisa mengunjungi dan menengok cucunya dikota. Sebagai seorang ayah yang sudah mulai tua, sangat wajar jika sang ayah meminta tolong kepada anaknya untuk meminta agar dijemput. Namun sang anak berdalih dengan segala kesibukannya untuk menolak menjemput sendiri orang tua kandungnya. Akhirnya sang anak mengirim supir untuk menjemput mereka. Dengan kecewa sang ayah menerima alasan anaknya. Padahal banyak yang ingin diceritakan kepada anaknya jika sang anak yang menjemputnya.

Sepekan berlalu ketika sang ayah dan ibu hadir ditengah keluarga kecil sang anak. Sang anak benar-benar sibuk dengan urusannya. Mungkin waktu yang paling bisa untuk berkumpul semua adalah ketika sarapan pagi. Itupun sangat singkat dan dengan berbagai obrolan ringan saja. Di suatu pagi ketika sarapan, sang ayah mengajak anaknya untuk mau menemaninya berjalan-jalan di taman kota. Sang anak pun kembali berdalih dengan seribu alasan bahwa kesibukannya tidak bisa ditunda bahkan untuk sehari bersama ayahnya. Sang ayah kembali berusaha untuk mengajak anaknya di hari yang lain. Selama beberapa hari sang ayah terus mengajak, sampai akhirnya sang anak setuju walau dengan berat hati untuk menemani ayahnya ke taman kota.


Pada hari itu cukup cerah dan ramai, wajah ayah sangat gembira, sedang disebelahnya sang anak masih sibuk dengan PDAnya.
“sibuk sekali kau nak?” tanya sang ayah sambil berjalan beriringan.
“Aku harus mengemailkan ini pada relasiku, karena seharusnya hari ini aku meeting dengan mereka.” jawab anaknya yang juga sambil berjalan namun pandangannya terfokus pada PDA di tangannya.

Tak beberapa lama sang ayah kembali bertanya kepada anaknya.
“Nak, benda apa itu ?”
“ya ampun yah, itu kan balon...masa gag tahu sih?”
“oh iyah...mata ayah sudah sangat tua nak..!”

Setelah beberapa langkah berjalan, sang ayah kembali bertanya.
“nak, klo benda itu apa ya? Itu yang diatas sana?” tanya ayah sambil menunjuk ke arah balon merah yang terbang tinggi diangkasa.
“ayah...please yah itu balon !!!...kacamata ayah sudah harus diganti lagi, mungkin ada baiknya setelah berjalan-jalan dari sini kita ke optik dan kembali mengetest mata ayah dan mengganti kacamata klo perlu.” jawab sang anak sambil menggerutu kepada ayahnya.
“oh baiklah...nak.” jawab ayah sambil menunduk.

Kini mereka kembali melangkahkan kaki ke mobil yang mereka parkir. Dalam perjalanan sang ayah kembali berkata kepada anaknya.
“Nak...?” tanya ayah.
“apalagi yah? Ayah ingin menanyakan benda apa lagi itu dilangit sana? Sudahlah yah...kita ke optik sekarang!” jawab anak yang emosinya makin memuncak.
“tunggu nak...ada yang ingin ayah tunjukan kepadamu nak...bagaimana klo kita duduk di bangku itu?” tanya ayah kembali kepada anaknya.
“hmmmph...baiklah yah...hanya sebentar, okay?” pinta sang anak.
“ini tidak akan lama nak!” jawab ayah sambil tersenyum

Mereka pun duduk berdua dibangku yang terletak dibawah pohon, tidak seberapa jauh dari mobil mereka. Sang ayah mengeluarkan journalnya, lalu menunjukannya kepada anaknya.
“coba kau buka nak...itu journal ayah dulu ketika ayah masih semuda dirimu” pinta sang ayah sambil tersenyum.
“baiklah...” sang anak pun mulai membuka selembar demi selembar journal ayahnya.

Didalam journal tersebut tidak hanya ada tulisan namun juga foto-foto anaknya semasa kecil. Semua memory, curahan hati sang ayah tertuang dalam barisan kalimat yang tersusun rapi, begitu indah. Sang anak mulai menitikan airmata. Sang ayah kemudian mulai berbicara sambil memegang pundak sang anak yang semakin terisak.
“Nak...kau masih ingat...ketika kau masih kecil dulu...ayah pernah mengajakmu ke taman yang sangat ramai...kurang lebih seperti ini nak!” ucap sang ayah begitu lembut.
“Di taman tersebut ayah menggandengmu...wajahmu sangat bahagia ketika itu...selalu tersenyum dan tertawa...” sang ayah melanjutkan.
“kemudian engkau melihat sebuah balon yang terbang tinggi yang seperti tadi kita lihat nak!” kata ayah sambil mengelus pundak anaknya yang semakin terisak.
“lalu engkau menanyakan 'yah itu apa?'...berulang kali nak...berulang kali walau sudah ayah jawab dengan penuh kelembutan.” lanjut ayah.
“ayah mencatatnya sebanyak 25 kali...25 kali nak...dirimu menanyakan hal serupa kepada ayah ketika itu...”
“dan sekarang ketika ayah bertanya kepadamu tentang hal yang sama...belum saja 3 kali engkau sudah menyerah nak...” Ayah pun tak mampu membendung airmatanya.
“nak....” belum sempat ayah berucap lagi, sang anak kini sudah berbalik dan mendekap ayahnya dengan airmata yang mengalir deras. Di bawah pepohonan yang rindang di sore yang cerah, sang anak menemukan karunia yang begitu indah. Bersama airmata yang kini membasahi keringnya hati, mnumbuhkan cinta. Karunia ALLAH yang begitu berharga adalah orang tua yang selalu hadir dan memberikan yang terbaik yang mereka miliki untuk anak mereka.

Disini kita kawan, dengan berbagai kelalaian yang senantiasa menemani kita. Dengan kealpaan berbuat baik kepada kedua orang tua yang begitu tulus menyayangi kita. Kadang ego kita masih sulit untuk direndahkan didepan mereka. Sungguh ALLAH Azzawajall menyerukan kepada manusia untuk merendahkan diri kepada kedua orang tuanya. Berbuat baiklah kepada keduanya, karena kita sebagai anak tak akan pernah mampu membalas kasih sayang kedua orang tua kita. ALLAH Azzawajall mengkaruniakan kepada setiap manusia orang tua yang senantiasa menyayangi dan melindungi, sudah sepantasnya untuk bagi kita untuk memberikan yang terbaik untuk kedua orang tua kita.

waALLAHua'lambishawwab


3 comments:

  1. Subhanalloh... Semoga Sang Penulis bisa menjadi seorang anak yg penuh kasih sayang terhadap kedua orang tuanya dan juga menjadi ayah yg penuh kasih sayang terhadap anak2nya. Semoga para pembaca juga demikian, Aamiiin...

    (eh, tp klo yg baca akhwat brati do'anya " Semoga menjadi seorang ibu yg penuh kasih sayang terhadap anak2nya. ) Aamiiin... ^_^

    ReplyDelete
  2. Aamiin, syukran wa jazaakumuLLAHu khayr ya mbak !!!

    ReplyDelete
  3. Amiin..,semoga bermanfaat..buat kita semua...,Jazakillah..udah mau berkunjung di Blog ana...,salam Ukhuwa..

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya !

Disqus for "JANNAH" We're Coming !!!